tirto.id - Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk mengatasi persoalan ataupun meraih sesuatu dengan tujuan tertentu.
Dalam bahasa Indonesia, pemberdayaan berasal dari kata "daya" yang berdasarkan KBBI berarti kekuatan, tenaga, kemampuan dalam melakukan sesuatu atau kemampuan untuk bertindak.
Ketika kata "daya" mendapatkan awalan ber-, maka ia akan menjadi “berdaya” sehingga memiliki makna berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal, cara dan lain sebagainya untuk mengatasi sesuatu.
Di kajian sosiologi, pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan atau lemah, untuk memiliki akses kepada sumber daya produktif di sekitarnya dan berpartisipasi dalam memutuskan sesuatu pada proses pembangunan.
Sementara pengertian komunitas ialah sekelompok individu atau organisme yang hidup dan saling berinteraksi di dalam wilayah tertentu, memiliki kesamaan kepentingan dan tujuan sehingga dapat saling melengkapi.
Dari uraian di atas, pemberdayaan komunitas dapat diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan komunitas atau sekelompok orang dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan serta sikap kemandirian dalam memilih nasibnya.
Mengutip modul Pelatihan Guru Sosiologi SMA terbitan Kemendikbud, pemberdayaan komunitas dapat dipahami sebagai proses pembangunan di kala masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosialnya, guna memperbaiki situasi, kondisi dan kesejahteraan mereka sendiri.
Pemberdayaan komunitas sering kali disandingkan dengan istilah pemberdayaan masyarakat yang dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan harkat, martabat manusia secara individu maupun kelompok dan kemampuan dalam memecahkan berbagai persoalan.
Pendekatan dalam Pemberdayaan Komunitas
Pilihan pendekatan perlu ditentukan dalam proses perencanaan pemberdayaan komunitas. Dengan pendekatan yang tepat, tujuan pemberdayaan komunitas bisa lebih mudah tercapai.
Merujuk modul Sosiologi Kenali Dirimuterbitan Kemdikbud ada 2 pendekatan yang dapat ditempuh dalam memulai proses pemberdayaan komunitas.
Pertama pendekatan teknokrat atau top down, yaitu pendekatan pemberdayaan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pemegang kekuasaan/kewenangan. Proses perencanaan di pemberdayaan ini dirancang oleh lembaga/departemen yang menyusun rencana sesuai wewenang dan fungsinya.
Secara prinsip, pendekatan teknokrat dilakukan secara sepihak atau tanpa melibatkan masyarakat, sehingga terkadang rencana pemberdayaan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Kedua, pendekatan partisipatif yakni pendekatan yang dalam proses perencanaannya melibatkan semua elemen, mulai dari aparat negara hingga masyarakat dan organisasi non-pemerintah.
Dalam perencanaan partisipatif, masyarakat dilibatkan untuk ikut serta memberikan gagasan/ide terhadap rencana pembangunan.
Strategi pendekatan bottom up ini dimulai dari tingkatan hirarkis paling rendak menuju ke atas, yang mendorong anggota masyarakat untuk lebih partisipatif.
Daftar 7 Kendala dalam Pemberdayaan Komunitas
Proses pemberdayaan komunitas harus dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutkan. Hal ini membutuhkan partisipasi yang besar dari masing-masing individu di kelompok masyarakat yang menjadi obyek pemberdayaan.
Namun, suatu perubahan pasti akan dibarengi oleh risiko dan kendala yang dapat mempengaruhi prosesnya. Demikian pula dalam proses pemberdayaan komunitas, setidaknya ada tujuh kendala yang bisa mempengaruhi prosesnya.
Berikut 7 hal yang menjadi kendala dalam proses pelaksanaan pemberdayaan komunitas, seperti dikutip dari modul Sosiologi terbitan Kemendikbud:
1. Kurangnya komitmen dari masyarakat sasaran pemberdayaan komunitas karena minimnya pemahaman mereka akan pentingnya proses itu.
2. Kendala dalam hal perilaku, yakni rendahnya etos kerja masyarakat sasaran pemberdayaan.
3. Diversifikasi pola kehidupan masyarakat yang meliputi kebudayaan, sosial, ekonomi dan kondisi geografis.
4. Kurangnya monitoring (pengawasan) dan data berkualitas dalam proses pemberdayaan.
5. Perumusan indikator atau formula pemberdayaan yang tidak tepat.
6. Kurangnya koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat dalam proses pemberdayaan.
7. Sistem administrasi yang terlalu birokratis, sehingga menyulitkan proses pemberdayaan karena terlalu banyak hal yang perlu diatur ulang.
Penulis: Dewi Rukmini
Editor: Addi M Idhom