tirto.id - DPR RI tekah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi undang-undang melalui Rapat Paripurna, Selasa, (20/9/2022), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan pengesahan RUU PDP merupakan momentum bersejarah yang ditunggu oleh berbagai pihak.
"Proses pembahasan panjang tersebut telah menghasilkan dan menyepakati 16 bab dan 76 pasal dalam RUU dimaksud. Disahkannya RUU PDP menjadi Undang-Undang hari ini menandai era baru dalam tata kelola data pribadi di Indonesia, khususnya di ranah digital," ucap Johnny, Selasa (20/9/2022), dikutip Antara News.
Pakar Keamanan Siber Alfons Tanujaya berpendapat bahwa dengan disahkannya UU PDP bisa meningkatkan kesadaran pengelola data untuk memperkuat keamanan sibernya.
Adanya UU PDP menguatkan sanksi yang lebih jelas bagi pengelola data jika ditemukan lalai menjaga keamanan data masyarakat yang dikelolanya.
Alfons pun menyebutkan selain meningkatkan kesadaran pengelola data untuk memperkuat keamanan sibernya, UU PDP juga dapat menguatkan posisi lembaga pengawas.
UU PDP mengatur adanya kewenangan lembaga pengawas data pribadi. Lembaga ini diharapkan bisa melakukan komunikasi yang lancar dengan para pengelola data sehingga ekosistem pengelolaan data di Tanah Air bisa lebih maksimal bersamaan dengan hadirnya UU PDP.
Dalam prakteknya lembaga pengawas Perlindungan Data Pribadi menurut Alfons memiliki peranan kunci bersama dengan Badan Siber Sandi Negara (BSSN).
BSSN masih menjadi salah satu pemain kunci untuk menjaga keamanan siber di Indonesia yang sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Dengan hadirnya UU PDP, BSSN seharusnya bisa memposisikan lembaganya dengan lebih optimal lewat peningkatan kemampuan SDM dan menetapkan standar pengamanan data yang harus diikuti oleh semua institusi pengelola data.
Pasal yang Disoroti dalam UU PDP
Setelah UU PDP disahkan, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari LBH Pers, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menemukan sejumlah pasal yang mengancam kerja jurnalistik serta hak atas informasi publik.
Menurut Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin dalam keterangan tertulis, pasal dalam regulasi (RUU PDP) yang sangat berpotensi melanggar hak atas informasi publik adalah Pasal 65 ayat (2) RUU PDP.
Substansinya menyatakan bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya. Apabila melanggar pasal tersebut maka akan dipidana.
Selain pasal 65 ayat 2, Ade juga menyebut adanya pasal lain yang berpotensi mengancam kebebasan pers. Psal itu berpotensi mengancam kerja-kerja jurnalistik dalam meliput suatu sengketa pelanggaran data pribadi di pengadilan, serta dalam melakukan peliputan mengenai catatan kejahatan seseorang terlebih pejabat publik.
Menurut Ade, hal itu bertentangan dengan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Pers yang pada pokoknya menyebutkan bahwa “pers melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar maupun sarana lainnya”.
Ade menilai RUU PDP tidak mempertimbangkan aturan lain yang semestinya disinkronisasi agar tidak terjadi tumpang tindih peraturan. Hal ini juga bukti konkret pembahasan RUU PDP terlalu terburu-buru.
Koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR untuk mengeluarkan pasal-pasal yang bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi publik seperti Pasal 4 ayat (2) huruf d, Pasal 15 ayat (1), Pasal 64 ayat (4), Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) RUU PDP.
Draft RUU PDP PDF bisa dilihat melalui link berikut ini: Draft RUU PDP Final.
Editor: Iswara N Raditya