tirto.id - Masyarakat Indonesia baru-baru ini digemparkan kedatangan para imigran Rohingya di kawasan Kabupaten Pidie dan Bireuen, Aceh. Pengungsi Rohingya tersebut datang dengan kapal-kapal melalui jalur laut.
Azhrul Husna selaku Koordinator Kontras Aceh menyebutkan jumlah imigran Rohingya yang berada di Pidie sejumlah 346 orang, sementara di Bireuen sebanyak 249 jiwa. Warga setempat telah memberikan bantuan, namun setelahnya mereka meminta para rohingnya untuk kembali ke kapal.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal menanggapi kejadian tersebut, bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya. Sebab berdasarkan aturan Konvensi 1951, Indonesia tidak ikut dalam meratifikasi.
Pengungsi Rohingya dan Kaitannya dengan Agama Islam
Rohingya adalah kelompok etnis yang tinggal negara bagian Arakan (Rakhine) mulai abad ke-7 Masehi. Salah satu versi menyebutkan bahwa penyematan nama "Rohingya" diberikan Francis Hamilton, seorang peneliti Inggris kepada penduduk muslim yang bermukim di Arakan.
Di sisi lain, Arakan adalah nama Kerajaan Bengal yang eksis di sisi sejak abad ke-8 M di sisi daerah Bangladesh. Kini, Arakan menjadi bagian dari Union of Myanmar yang terletak di sisi arah laut berbatasan dengan Bangladesh. Pada 1930, Arakan berubah nama menjadi Rakhine yang merujuk sebutan salah satu etnisnya yakni Rakhine Buddhist.
Nenek moyang etnis Rohingya adalah adalah campuran mulai Arab, Turk, Persian, Afghan, Bengali, Moors, Mughal, Pathans, Maghs, Chakmas, Dutch, Portuguese, hingga Indo-Mongoloid. Meskipun demikian, banyak orang Rohingya yang merupakan keturunan Arab dan warga lokal.
Kenapa Pengungsi Rohingya Terdampar di Aceh?
Alasan utama kenapa pengungsi Rohingnya baru-baru ini terdampar di Aceh sebenarnya masih dalam penelusuran. Dilansir laman Antara News, Iskandar Usman Al Farlaky Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah meminta kepada pemerintah untuk menelisik penyebab masuk warga Rohingya ke Aceh.
Terlepas dari itu, Pemerintah Myanmar sejak akhir 1970an telah mengeluarkan kebijakan diskriminatif yang membuat ratusan ribu muslim Rohingnya angkat kaki dari negara mayoritas beragama Budha tersebut.
Kemudian di tahun 2012, pengusiran kembali terjadi kepada orang-orang Rohingya karena adanya pembunuhan, perampokan, dan pemerkosaan terhadap perempuan Budha di Yanbye. Bahkan dalam sebuah kejadian, dijelaskan karena suatu alasan balas dendam, sepuluh orang muslim Rohingya terbunuh dalam sebuah bis di Taungup pada 3 Juni 2012.
Human Right Watch berkomentar bahwa aparat keamanan Myanmar bukannya memberi keamanan, namun justru ikut mempersekusi orang-orang Rohingya. Human Right Watch juga menginformasi bahwa 300 orang Rohingya antara tahun 2012 sampai 2014 telah terusir.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Yulaika Ramadhani