tirto.id - Rasisme adalah suatu tindakan yang membedakan seseorang atau ketidaksetaraan terhadap seseorang atas dasar perbedaan warna kulit, ras, suku, dan asal-usulnya, sehingga membuat adanya pembatasan atau melanggar hak dan kebebasan seseorang.
Dikutip dari situs amnesty, rasisme juga sering diartikan sebagai keyakinan bahwa manusia dapat dibagi menjadi kelompok terpisah berdasarkan ciri biologis yang disebut ras.
Hal itu pula yang meyakini bahwa ada hubungan sebab akibat yang didasari pada ciri fisik seseorang dari suatu ras dengan perilaku bawaan yang dimilikinya, baik kepribadian, kecerdasan, moralitas, dan ciri-ciri budaya lainnya.
Sehingga muncul perasaan dan pemikiran bahwa beberapa ras secara ‘bawaan’ lebih unggul dari yang lain.
Rasisme dapat terjadi di mana saja, yang bisa terlihat karena adanya stereotip maupun hinaan yang dilakukan terhadap warna kulit dan bentuk fisik, seperti diskriminasi di sekolah, tempat kerja, bahkan di institusi atau lembaga hukum.
Laman Britannica menuliskan bahwa dalam pemikiran populer, "ras" dikaitkan dengan perbedaan fisik di antara orang-orang, dan ciri-ciri seperti warna kulit gelap telah dilihat sebagai penanda status rendah, dan beberapa ahli percaya bahwa rasisme kemungkinan sulit untuk diberantas.
Akibat Rasisme
Lalu apa akibat yang bisa ditimbulkan dari pemikiran rasisme?
Rasisme yang terjadi dan dilakukan pada seseorang atau kelompok tertentu bisa menimbulkan banyak dampak negatif.
Berikut ini beberapa akibat yang timbul karena rasisme seperti dikutip Medical News Today:
1. Kesehatan fisik
Rasisme dikaitkan dengan kesehatan mental yang buruk dan, pada tingkat lebih rendah, kesehatan fisik yang buruk.
Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa stres yang terkait dengan rasisme dapat memiliki efek fisik jangka panjang.
Stres dapat meningkatkan tekanan darah dan melemahkan sistem kekebalan tubuh, yang pada gilirannya meningkatkan risiko mengembangkan kondisi kesehatan jangka panjang.
Faktanya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan bahwa orang kulit hitam lebih mungkin menderita hipertensi daripada kelompok ras atau etnis lainnya.
Stres akibat rasisme juga dapat menyebabkan perilaku yang dapat menyebabkan risiko lebih lanjut terhadap kesehatan fisik.
Misalnya, penelitian telah menemukan bahwa diskriminasi terkait dengan tingkat merokok yang lebih tinggi, penggunaan alkohol, penggunaan narkoba, dan kebiasaan makan yang tidak sehat.
Studi lain menemukan bahwa perlakuan tidak adil terhadap orang kulit berwarna memiliki efek konsekuensial yang signifikan pada tidur dan fungsi fisiologis di usia paruh baya.
2. Kesehatan mental
Sebuah penelitian pada tahun 2015 yang dipublikasikan lewat Meta-analisis menemukan bahwa rasisme dua kali lebih mungkin memengaruhi kesehatan mental daripada kesehatan fisik.
Pengalaman rasisme yang dialami dapat mengakibatkan masalah kesehatan mental berikut:
- Depresi
- Stres
- Tekanan emosional
- Kecemasan
- Gangguan stres pascatrauma (PTSD)
- Pikiran bunuh diri
Ketakutan akan rasisme itu sendiri juga berbahaya, dan hal itu dapat merusak karakteristik kesehatan mental yang baik, seperti ketahanan, harapan, dan motivasi.
Stres yang intens dan terus-menerus pun dapat memengaruhi bagaimana otak berkembang, mengintensifkan emosi negatif seperti ketakutan dan memengaruhi pembelajaran dan memori.
Selain berdampak pada kesehatan fisik dan mental, tindakan rasisme juga bisa berakibat:
- Berujung pada penyiksaan dan perlakuan buruk
- Melanggengkan impunitas
- Menyebabkan konflik terbuka
- Menyebabkan kesenjangan akses pendidikan, pekerjaan, dan kesempatan lainnya
- Membuat perempuan semakin terdiskriminasi
Contoh Rasisme
Ada banyak contoh rasisme yang terjadi di Indonesia, termasuk di sekitar kita.
Amnesty mencatat, misalnya pada Agustus 2019, sebuah organisasi masyarakat menyerang asrama mahasiswa Papua di Surabaya, menuduh mereka membuang bendera ke selokan sebelum perayaan kemerdekaan, dan menghina dengan kata-kata seperti “monyet,” “anjing,” “binatang,” dan “babi.”
Insiden ini mendorong orang Papua turun ke jalan memprotes tindakan diskriminatif itu di beberapa kota. Ironisnya, beberapa peserta aksi tersebut lalu justru ditangkap atas tuduhan makar.
Jauh sebelumnya pada era Orde Baru, orang Tionghoa harus memiliki Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) untuk membuktikan bahwa mereka adalah WNI.
Penerapan SBKRI adalah tindakan diskriminatif karena membuat orang Tionghoa kesulitan mengurus KTP dan dokumen-dokumen administratif lainnya seperti akta kelahiran, perkawinan, dan kematian.
Jelang akhir Orde Baru, orang Tionghoa menjadi sasaran penjarahan dan kekerasan.
Menurut Catatan Komnas Perempuan, pada kerusuhan Mei 1998, setidaknya 198 perempuan Tionghoa mengalami pelecehan dan perkosaan.
Pelanggaran HAM masa lalu yang menyasar perempuan etnis Tionghoa ini terjadi secara sistematis dan meluas, yang juga menjadi tanggung jawab negara untuk menyelesaikan kasusnya.
Ada pula rasisme yang terjadi pada Suku Orang Rimba di Jambi dan di Sumatera Selatan.
Mereka masih kerap mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dengan prinsip HAM. Setidaknya 3.500 hektar wilayah adatnya dilepas ke perusahaan sawit sejak 1986, menggusur tempat tinggal mereka hingga sekarang.
Di Amerika Serikat, pada September 2020, seorang warga bernama George Floyd dibunuh oleh aparat kepolisian karena ia adalah seorang warga kulit hitam.
Tindakan rasisme kerap dialami oleh warga AS, berdasarkan survei yang dilakukan, sekitar delapan dari 10 warga kulit hitam Amerika melaporkan pernah mengalami diskriminasi secara langsung karena ras atau etnis mereka (79 persen), termasuk 15 persen yang mengatakan sering mengalami diskriminasi seperti itu, demikian diwartakan Xinhua.
Cara Menghindari Rasisme
Meski rasisme sulit diberantas, namun kita bisa mencegah terjadinya rasisme dengan melakukan beberapa tindakan berikut ini:
- Menyadari bahwa kita lahir mempunyai hak yang sama dan setara dengan manusia lainnya.
- Berteman dengan orang-orang yang berbeda ras, suku, budaya, bahasa, dan agama dengan kita untuk menumbuhkan rasa toleransi.
- Menentang setiap orang yang berusaha bersikap rasis pada kita ataupun pada orang lain dengan cara membuka obrolan, bukan dengan kekerasan
- Saat berbicara dengan orang lain, pilihlah kata-kata yang halus, bijak, dan tidak menyinggung ras, meskipun konteksnya hanya untuk bercanda.
- Bersikap lebih terbuka dengan mempelajari dan memahami ras orang lain.
Editor: Yantina Debora