tirto.id - Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyepakati 12 poin bahasan. Salah satunya ialah hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI yang menyatakan bahwa mata uang kripto (cryptocurrency) haram dan tidak sah diperdagangkan.
Terdapat tiga diktum hukum dalam hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI yang mengharamkan mata uang kripto. Hal ini dinyatakan oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Soleh pada Kamis, 11 November 2021.
Dia menjelaskan para ulama dan ahli hukum Islam dalam Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa bersepakat menyatakan bahwa mata uang kripto haram karena mengandung gharar (ketidakpastian) dan dharar (kemudaratan).
Selain itu, penggunaan mata uang kripto juga bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia, yakni UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang [PDF] dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 Tahun 2015 [PDF].
Niam menambahkan penggunaan mata uang kripto sebagai komoditi atau aset digital yang diperjualbelikan juga tidak sah dalam hukum Islam karena mengandung gharar, dharar, qimar (memuat unsur judi).
"Dan, tidak memenuhi syarat sil'ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli," kata Niam, dikutip dari Antara.
Meskipun demikian, Niam melanjutkan, jenis kripto sebagai komoditi (aset) yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying (nilai) serta manfaat yang jelas, tetap sah untuk diperjualbelikan.
Apa Itu Mata Uang Kripto?
Popularitas mata uang kripto (cryptocurrency) sebagai komoditas maupun instrumen investasi menanjak dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu jenis mata uang kripto yang populer, termasuk di Indonesia, adalah Bitcoin.
Bitcoin merupakan mata uang kripto pertama yang diciptakan. Setelah Bitcoin lahir pada tahun 2009, kemudian muncul ratusan jenis mata uang kripto lainnya.
Selain Bitcoin, beberapa contoh jenis mata uang kripto lainnya yang selama ini dikenal di dunia adalah ethereum, litecoin, ripple, stellar, dogecoin, cardano, dan lain sebagainya.
Mengutip publikasi Kementerian Keuangan RI, mata uang kripto adalah alat pembayaran digital yang diciptakan dari teknologi kriptografi, berfungsi sebagai sistem uang desentralisasi untuk mata uang tradisional, dan bisa mudah ditransaksikan secara lintas-batas.
Adapun maksud sistem uang terdesentralisasi ialah bahwa jaringan tersebut bisa menghubungkan para pengguna (mata uang kripto) tanpa memerlukan perantara berupa lembaga perbankan maupun pemerintah. Oleh sebab itu, proses transaksi bisa dilakukan dengan biaya minimal.
Karateristik itu berbeda dengan transaksi menggunakan mata uang dalam sistem terpusat, atau melalui perantara bank dan lembaga pemerintah.
Adanya pihak ketiga (bank) membuat transaksi dibebani biaya membayar jasa pihak ketiga (bank) dan dilakukan berdasarkan sejumlah aturan maupun batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemerintah maupun bank sentral.
Karena tidak diterbitkan oleh bank sentral dan tidak bergantung pada kebijakan perbankan, nilai mata uang kripto bisa sangat fluktuatif.
Pergerakan naik-turunnya nilai mata uang kripto sepenuhnya bergantung terhadap permintaan serta penawaran di pasar. Itulah kenapa, investasi uang kripto bisa menghasilkan untung besar, tapi juga dapat membikin pelakunya bangkrut dalam waktu singkat.
Sementara itu, teknologi kriptografi melibatkan 4 jenis aspek. Pertama, mining yakni sistem komputerisasi yang menghasilkan mata uang kripto menggunakan teknologi buku besar terdistribusi (blockchain).
Kedua, wallet atau dompet elektronik, tempat menyimpan mata uang kripto. Ketiga, exchange atau pertukaran valuta asing, yaitu tempat jual beli mata uang kripto yang kemudian bisa dikonversi jadi mata uang lain.
Terakhir, atau yang keempat adalah payment, yaitu sistem pembayaran yang bisa mengonversi mata uang kripto menjadi barang.
Bank Indonesia selama ini masih melarang semua penyelenggara jasa sistem pembayaran dan penyedia Teknologi Finansial di Indonesia (Bank atau non-bank) untuk memproses transaksi pembayaran dengan mata uang kripto.
BI belum mengakui cryptocurrency yang ada saat ini sebagai alat pembayaran yang sah. Maka itu, pemakaiannya sebagai alat pembayaran di Indonesia dilarang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Sekalipun demikian, mata uang kripto masih diizinkan untuk diperdagangkan sebagai aset melalui Pasar Fisik Aset Kripto. Hal ini didasari oleh keputusan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang berlaku mulai 17 Desember 2020.
Bappebti menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.
Editor: Iswara N Raditya