tirto.id - Hak veto adalah hak istimewa untuk menolak dan melarang suatu keputusan atau proposal yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Terdapat 5 negara yang memiliki hak veto PBB, yakni semua anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB).
Dalam konteks pemerintahan dan hubungan internasional, istilah hak veto umumnya digunakan untuk menggambarkan kewenangan seorang presiden atau anggota badan pemerintahan guna menolak suatu undang-undang atau keputusan tertentu. Sebagai contoh, presiden Amerika Serikat memiliki kekuatan hak veto, yang memungkinkannya menghentikan legislasi agar tidak menjadi undang-undang.
Hak veto berfungsi sebagai mekanisme pemeriksaan dan keseimbangan di dalam pemerintahan, memastikan bahwa keputusan tidak diambil secara sepihak. Dalam konteks internasional, hak veto artinya juga dapat digunakan secara luas untuk menunjukkan kemampuan untuk menghalangi atau mencegah suatu tindakan atau keputusan tertentu. Contohnya, hak veto dalam PBB dapat memengaruhi keputusan dan kebijakan global.
Untuk memahami hak veto dengan lebih mendalam, simak penjelasan berikut yang membahas 5 negara yang memiliki hak veto PBB serta mengapa hanya 5 negara yang memiliki hak veto.
5 Negara yang Punya Hak Veto PBB
Hak veto dimiliki oleh anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), yang terdiri atas lima anggota tetap. Lima negara yang punya hak istimewa menghalangi setiap resolusi secara substantif tersebut biasa dinamakan dengan istilah P5.
5 negara hak veto PBB memiliki kekuatan untuk menolak berbagai keputusan dalam PBB karena status mereka sebagai anggota tetap DK PBB. Hak veto menjadi faktor penting dalam proses pengambilan keputusan di dalam Dewan Keamanan. Setiap resolusi yang tidak mendapatkan dukungan dari kelima anggota P5 tidak dapat disahkan.
Dikutip dari situs web resmi PBB, berikut masing-masing dari lima negara yang memiliki hak veto.
1. Tiongkok
Sebagai kekuatan global utama dan anggota G20, Tiongkok telah menggunakan hak veto sebanyak 20 kali dalam forum DK PBB.2. Rusia
Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan, Rusia telah menggunakan hak veto sebanyak 120 kali.3. Prancis
Prancis, yang termasuk salah satu dari 5 Dewan Keamanan PBB, telah menggunakan hak veto sebanyak 11 kali.4. Inggris
Inggris, salah satu anggota G7 dan Dewan Keamanan, telah menggunakan hak veto sebanyak 11 kali.5. Amerika Serikat
Amerika Serikat merupakan salah satu kekuatan global utama yang sekaligus menjadi anggota G8. Dalam perannya sebagai anggota tetap DK PBB, Amerika Serikat telah menggunakan hak veto sebanyak 90 kali, terbanyak di antaranya empat negara lainnya.Contoh hak veto pernah dilakukan oleh Amerika Serikat pada 18 Oktober 2023. Dalam rilis draf yang diterbitkan di situs web resmi PBB, poin 1, 2, dan 3, menyatakan bahwa AS dengan tegas mengutuk semua kekerasan dan permusuhan terhadap warga sipil dan semua tindakan terorisme yang dilakukan Hamas terhadap Israel. AS juga menyerukan pembebasan semua sandera dengan segera dan tanpa syarat, menuntut keselamatan, kesejahteraan, dan perlakuan yang manusiawi sesuai dengan hukum internasional.
Mengapa Hanya 5 Negara yang Memiliki Hak Veto?
Hanya lima negara yang memiliki hak veto PBB. 5 negara hak veto PBB tersebut semuanya merupakan anggota tetap DK PBB, yakni China, Rusia, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Masih dikutip dari United Nations, pemberian hak veto kepada lima negara tersebut berakar pada dinamika kekuasaan di akhir Perang Dunia II.
5 negara yang memiliki hak veto dianggap punya kekuatan besar. Negara-negara ini dianggap berjasa dalam upaya mengalahkan kekuatan Poros--Jerman, Italia, dan Jepang). Oleh karena itu, dengan dalih menjaga perdamaian dan keamanan internasional, 5 negara tersebut diberi hak istimewa, yakni hak veto, untuk menolak suatu resolusi yang dibuat PBB.
Hak veto membuat negara-negara tersebut punya sarana untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Mereka bisa mencegah tindakan yang dipandang bertentangan dengan kepentingan tersebut.
Meskipun terdapat perdebatan mengenai hak veto yang dimiliki lima negara besar tersebut, perubahan terhadap aturan ini tetap sulit karena memerlukan persetujuan dari lima anggota tetap. Dengan demikian, perubahan mengenai hak veto sulit dicapai karena masing-masing negara memiliki kepentingan untuk mempertahankan hak veto.
Dalam beberapa perdebatan, tak jarang hak veto dipandang sebagai sesuatu yang kuno, tidak adil, atau kontraproduktif. Ada pula yang berpandangan bahwa hak veto merupakan penjagaan penting dalam hubungan internasional. Pengaruh dan dampak hak veto terus menjadi topik diskusi di dalam PBB dan masyarakat internasional pada umumnya.
Pada dasarnya, untuk melakukan reformasi dan pembatasan penggunaan hak veto, hak ini tetap menjadi aspek fundamental dalam proses pengambilan keputusan DK PBB. Setiap perubahan terhadap hak veto memerlukan persetujuan dari kelima anggota tetap, membuatnya sulit untuk diubah.
Apakah Hak Veto Ada Batasnya?
Hak veto pada dasarnya tidak memiliki batasan tertentu menurut Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hak ini diberikan secara eksklusif kepada lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Tidak ada ketentuan yang secara spesifik mengatur pembatasan atau batasan langsung terhadap penggunaan hak veto tersebut.
Akan tetapi, dilansir United Nations, beberapa pihak telah mengusulkan reformasi atau pembatasan terhadap hak veto, mengingat adanya kekhawatiran bahwa penggunaannya dapat menjadi hambatan dalam mengatasi krisis global. Namun, perubahan terhadap hak veto memerlukan persetujuan dari lima anggota tetap, yang seringkali memiliki kepentingan sendiri dalam mempertahankan hak istimewa itu.
Meskipun demikian, sejumlah inisiatif telah diusulkan untuk mengatasi penggunaan hak veto dalam situasi-situasi tertentu, seperti dalam kasus kejahatan massal atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, hingga saat ini, tidak ada pembatasan konkret yang telah diimplementasikan terhadap hak veto dalam kerangka hukum PBB.
Dengan demikian, secara hukum formal, hak veto tidak memiliki batasan. Namun, perdebatan dan tuntutan untuk mengubah atau membatasi hak ini terus berlanjut di tingkat internasional.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin