tirto.id - Istilah diversi hangat diperbincangkan setelah Agnes Gracia Hartanto (AGH) salah satu tersangka pelaku penganiayaan terhadap korban David Ozora (DO) mengajukan mediasi diversi pada Rabu, 29 Maret 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Namun, keluarga korban DO menolak mediasi diversi. Sehingga, atas penolakan tersebut PN Jaksel pada hari yang sama melanjutkan proses hukum dengan menggelar persidangan pertama secara tertutup.
Proses hukum yang menjerat AGH tersebut berjalan sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang menyebutkan bahwa kesepakatan diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya.
Selanjutnya, dijelaskan pula pada Pasal 13 bahwa proses peradilan pidana anak akan dilanjutkan apabila proses diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan.
Apa yang Dimaksud Diversi Anak?
Lalu, apa itu diversi anak? berdasarkan UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Bruce Anzward dan Suko Widodo dalam Jurnal De Facto Vol. 7 No. 1 Juli 2020 memaparkan bahwa diversi saat ini menjadi salah satu sarana hukum yang dinilai sangat akomodatif terhadap kepentingan para pihak dalam melakukan penyelesaian suatu perkara pidana di luar dan saat di pengadilan.
Penerapan diversi sebagai bentuk mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak yaitu dimulai dari tingkatan penyidikan, penuntutan, persidangan, sampai pada implementasi penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anak oleh Balai Pemasyarakatan.
Syarat Diversi
Proses diversi dapat dilakukan dengan memperhatikan sejumlah syarat yang tertuang UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA Pasal 8, yang meliputi:
1. Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
2. Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
3. Proses Diversi wajib memperhatikan:
- Kepentingan korban;
- Kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;
- Penghindaran stigma negatif;
- Penghindaran pembalasan;
- Keharmonisan masyarakat; dan
- Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Tujuan Diversi
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, diversi bertujuan:
- Mencapai perdamaian antara korban dan anak;
- Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan;
- Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;
- Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
- Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
Editor: Dhita Koesno