tirto.id - Kubu capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga kembali klaim kemenangan pada pertarungan Pilpres 2019. Namun, yang menarik perhatian, kali ini mereka mengklaim mendapatkan informasi kemenangan dari seorang Letnan Kolonel (Letkol) TNI Angkatan Darat.
Pernyataan itu dilontarkan salah satu pendukung paslon 02, Rizal Ramli lewat akun Twitter @RamliRizal, pada 5 Mei 2019.
“Barusan belanja buah di supermaket. Didatangi ibu-ibu dan bapak yang saya tidak kenal. Ibu-ibu katakan, 'Pak Ramli harus bicara lebih keras, ini sudah tidak benar! Kemudian datang seorang Letkol AD, 'Pak, ini sudah kebangetan, laporan-laporan Babinsa PS (Prabowo Subianto) sudah menang. Bahkan di kompleks Paspamres!" kata Rizal (dengan penyuntingan).
Sayangnya, Rizal Ramli tak menjelaskan secara gamblang siapa sosok Letkol TNI itu. Mantan Menko Kemaritiman era Jokowi ini enggan berkomentar lebih lanjut ketika dikonfirmasi ulang soal twitnya itu saat menghadiri acara di rumah Prabowo, di Jakarta Selatan, Senin (6/5/2019).
“Tanya sama yang di dalam saja,” kata Rizal singkat.
Klaim mendapatkan informasi kemenangan dari TNI seperti yang dilakukan Rizal Ramli juga terjadi pada Pilpres 2014. Saat itu, Umar Abduh, Sekretaris Jenderal Center for Democracy and Social Justice Studies (Cedsos) mengatakan hal serupa. Bedanya, Umar mengklaim kemenangan Prabowo-Hatta melawan Jokowi-JK.
Ia mengatakan mendapatkan data itu dari TNI dan Polri yang menyebutkan pasangan calon Prabowo-Hatta memenangkan pertarungan Pilpres 2014 dengan perolehan suara sebesar 54 persen. Ia bahkan menyebut catatan itu dianggap lebih rinci dari data KPU, karena meliputi jumlah warga yang tidak menggunakan hak suara atau golput, dan jumlah suara tidak sah.
Namun, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa menampik pernyataan Rizal Ramli itu. Andikan mengatakan tugas TNI yaitu hanya mengamankan Pemilu dan tidak berkaitan dengan proses pengumpulan data.
Andika pun menegaskan, kalau TNI tidak punya hasil Pemilu yang berlangsung secara serentak pada 17 April lalu. Apalagi, kata dia, rekapitulasi suara yang dilakukan KPU secara berjenjang masih berjalan. Ia juga mengatakan anggotanya tidak memfoto atau mendokumentasikan dokumen C1.
“Saya pastikan informasi yang diberikan oleh salah satu tokoh bangsa itu [Rizal Ramli] adalah berita bohong. Karena itu berita bohong, sebaiknya tidak usah dipakai, karena memang tidak benar dan mungkin malah akan menimbulkan masalah di kemudian hari,” tutur Andika.
Bahaya Bawa-Bawa Nama TNI
Pemerhati militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, alasan nama TNI masih dibawa-bawa dalam ranah pemilu karena institusi ini masih dianggap 'kunci' untuk segala hal. Menurut dia, bahkan setelah dwi fungsi ABRI dihapuskan lebih dari 20 tahun lalu, apa yang disampaikan TNI dinilai seakan selalu benar.
“Menebalkan mitos seolah TNI-lah yang paling hebat, sudah mampu mendeteksi kemenangan dalam pemilu bahkan sebelum suara mulai dihitung. Kalau tak percaya hasil hitung cepat, mestinya cerita macam ini juga dikesampingkan,” kata Fahmi saat dihubungi reporter Tirto.
Fahmi mengatakan masyarakat Indonesia masih banyak yang percaya dengan “mitos” itu. Sehingga, kata dia, ketika ada politikus yang bilang kalau dia tahu dari TNI bahwa Prabowo-Sandi menang, maka lantas mereka akan percaya dan semakin meragukan hasil hitung resmi dari otoritas terkait, dalam hal ini KPU.
“Ini versi ke sekian soal 'laporan Babinsa'. Tanpa dibarengi data, tentu saja sekadar rumor belaka,” kata Fahmi menambahkan.
Sementara itu, Direktur Riset Populi Center Usep S. Ahyar menilai, klaim Rizal Ramli yang menyebut informasi kemenangan Prabowo-Sandiaga dari data TNI akan mengacaukan informasi yang sebenarnya terkait hasil Pilpres 2019. Lebih-lebih, kata Usep, TNI tidak memiliki kejelasan perihal metode perhitungan suara.
“Bahayanya kalau sekarang ini untuk mengacaukan suasana. Bahayanya akhirnya memanaskan suasana masyarakat, membingungkan masyarakat,” kata Usep kepada reporter Tirto, Selasa (7/5/2019).
Selain itu, kata Usep, yang lebih bahaya adalah berpotensi akan mengadu domba dan membuat peta konflik antara KPU sebagai lembaga penyelenggara dengan TNI yang memberikan informasi berdasarkan klaim Rizal. Padahal, lanjut Usep, tugas TNI pada Pemilu adalah melakukan pengamanan, bukan melakukan perhitungan suara.
“Kalau ini diberikan ke masyarakat, membuat mereka jadi binggung, ini bahayanya. Jadi masyarakat tidak bisa membedakan mana lembaga yang resmi, mana yang bukan,” kata Usep.
Karena itu, Usep menyarankan kepada Rizal Ramli sebagai tokoh nasional, sebaiknya menahan diri untuk menunggu hasil perhitungan lembaga resmi yang akan diumumkan pada 22 Mei 2019.
“Menurut saya semua harus kembali ke konstitusi yang berwenang. Masyarakat harus paham dengan UU yang mengatur ini,” kata Usep.
BPN Tak Khawatir
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade mengatakan tidak pernah menggunakan data dari TNI. Data yang digunakan, kata Andre, merupakan hasil rekapitulasi C1 yang dikirim oleh BPN dan relawan paslon 02, mulai dari tingkat kecamatan, kabulaten/kota hingga provinsi.
“Rekapitulasi suara tengah berjenjang dan belum selesai, akan terus berjalan,” kata Andre saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (7/5/2019).
Politikus Gerindra ini juga mengatakan, BPN tidak khawatir dengan kicauan Rizal Ramli yang mengklaim kemenangan Prabowo-Sandi dengan membawa-bawa nama TNI.
“Saya rasa masyarakat tidak merasa simpangsiur ya. Karena saat ini masyarakat sudah peduli dan mengetahui apa yang terjadi [terkait Pemilu 2019]” kata Andre.
Apalagi, kata Andre, pernyataan tersebut bukan secara resmi keluar dari BPN. “Itu, kan, bukan resmi pernyataan BPN. Bang Rizal berkomentar ketemu Letkol, sekadar komentar,” kata Andre.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz