Menuju konten utama

Apa Arti dari Wallahu'alam dan Kapan Harus Mengucapkannya?

Arti wallahu'alam dan kapan mengucapkan Wallahu a lam bishawab?
 

Apa Arti dari Wallahu'alam dan Kapan Harus Mengucapkannya?
Ilustrasi Asmaul Husna. foto/istockphoto

tirto.id - Wallahu a‘lam kerap diucapkan oleh seorang muslim saat mereka ditanya tentang suatu hal yang jawaban pastinya tidak terlalu dipahami olehnya.

Kalimat tersebut juga terkadang digunakan oleh para ‘alim ulama usai menyelesaikan ceramah, pengajian atau mengajarkan suatu ilmu. Lalu apa makna sebenarnya dari kalimat wallahu a’lam?

Pengertian Wallahu a’lam

Berasal dari bahawa Arab, kalimat wallahu a’lam bermakna: hanya Allah yang Maha Tahu.

Pada laman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tertulis arti dari kalimat tersebut adalah: ungkapan yang dipergunakan untuk menyatakan ketidakpastian (maknanya ‘dan Allah Yang Mahatahu’).

Sementara itu laman NU Onlinemenyebutkan, dalil anjuran mengucapkan wallahu a’lam adalah berdasarkan riwayat dari shahabat Abdullah bin Mas’ud seperti demikian:

“Wahai manusia, barang siapa yang ditanya tentang suatu permasalahan ilmu kepadanya dan ia mengetahuinya maka hendaknya ia menjawabnya. Dan barang siapa yang tidak mengetahui jawabannya, hendaknya ia mengatakan Wallahu a’lam karena sesungguhnya sebagian dari ilmu adalah engkau mengatakan Wallahu a’lam terhadap sesuatu yang tidak engkau ketahui,” (Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Kairo: Muassasah ar-Risalah, 2001, vol. 7 hal. 180).

Kalimat lain yang sering digunakan dan sama maknanya seperti wallahu 'alam adalah wallahul muwaffiq yang maknanya adalah hanya Allah yang memberi petunjuk.

Penggunaan kalimat tersebut menunjukkan adanya etika atau adab dari para ‘alim ulama, juga seorang muslim yang sejatinya tidak banyak mengetahui ilmu dan pemahaman kecuali apa-apa yang diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala saja.

Dalam kitab Syam al-‘Awaidh fi Dzamm ar-Rawafidh, Syekh Mula Ali bin Sulthan al-Qari menulis:

“ketika ulama ahli fatwa selesai memberikan fatwa dalam suatu permasalahan hendaknya ia menulis kalimat Wallahu a‘lam dan sesamanya (kalimat Wallahul muwaffiq).”

Selain bagian dari etika dan adab, mengucapkan kalimat wallahu a’lam juga menunjukkan kerendahan hati para ulama serta memasrahkan hakikat permasalahan hanya pada Allah SWT saja, demikian menurut seorang ulama mazhab Syafi’i, Sulaiman bin Muhammad al-Bujairami.

Sementara itu, sebagian ulama mazhab Hanafi memakruhkan pengucapan kalimat wallahu a’lam jika hanya sebagai penutup dari ceramah atau pengajian semat-mata.

Namun bisa menjadi sunah hukumnya jika diniatkan untuk berzikir, pasrah dan merendahkan diri di hadapan Allah SWT.

Pendapat senada dari ulama lainnya yakni Syekh Ali Jum’ah, hikmah mengucapkan kalimat wallahu a’lam adalah seperti di bawah ini:

1. Pengakuan bahwa fatwa atau ucapan mereka terbatas dan dapat memiliki kesalahan serta bisa ditinjau ulang.

Para ulama pun tidak segan mengubah fatwa mereka apabila dijumpai dalil atau sudut pandang lain yang lebih sesuai.

2. Pengakuan bahwa para ulama tersebut memberi fatwa berdasarkan ilmu yang mereka pelajari, sementara sumber segala ilmu adalah Allah Subhanahu wata’ala.

Mengucapkan kalimat wallahu a’lam juga menjadi bagian dari tawadhu atau rendah hati di hadapan Allah SWT yang telah memberi pemahaman atas suatu ilmu atau masalah dan petunjuk bagi ulama, ‘alim atau seorang muslim.

Wallahu ‘alam.

Baca juga artikel terkait WALLAHUALAM atau tulisan lainnya dari Cicik Novita

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Cicik Novita
Penulis: Cicik Novita
Editor: Dhita Koesno