tirto.id - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan alias BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) di level 6 persen. Pun dengan suku bunga deposit facility yang juga dijaga di posisi 5,25 persen dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6,75 persen.
"Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk tetap menjaga terkendalinya inflasi dalam sasaran yang ditetapkan pemerintah, 2,5 plus minus 1 persen pada tahun 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI November 2024, di Kantor BI, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2024).
Selain itu, kebijakan moneter ini juga ditempuh BI untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di Amerika Serikat (AS). Perlu diketahui, hingga 19 November 2024, nilai tukar rupiah melemah sebesar 0,84 persen (point to point/ptp) dari bulan sebelumnya akibat penguatan mata uang dolar AS secara luas dan preferensi investor global yang banyak memindahkan aset-asetnya dari negara berkembang, termasuk Indonesia ke AS. Oleh karena itu, Perry berkomitmen untuk tetap memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi domestik di masa depan.
“Serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang, dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan lanjutan,” imbuh Perry.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pada saat yang sama, kebijakan makroprudensial longgar juga akan terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
“Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, dengan memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran,” ujar Perry.
Selain itu, bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran akan diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Hal tersebut beberapa di antaranya dengan menguatkan operasi moneter pro-market, menguatkan strategi stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valuta asing (valas), penguatan publikasi asesmen transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit, perpanjangan kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan kebijakan Kartu Kredit (KK) sampai dengan 30 Juni 2025.
“Penguatan literasi dan edukasi pengguna dan merchant QRIS khususnya pada wilayah-wilayah destinasi utama pariwisata guna memperkuat akseptasi QRIS antarnegara,” pungkas Perry.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher