tirto.id - Beli rumah atau apartemen? Rumah saja, lebih luas, bisa punya taman. Apartemen saja, enggak ada tetangga-tetangga rese tukang rumpi. Rumah saja, nanti kalau udah punya anak banyak, bisa ditambahin bangunannya. Apartemen saja, lokasinya tidak jauh-jauh, fasilitasnya lengkap juga. Rumah saja. Apartemen saja...
Bagi yang pertama kali ingin membeli hunian, pilihan antara rumah dan apartemen bisa jadi membingungkan. Kalau beli apartemen, lokasinya dekat pusat kota, tetapi sempit. Kalau beli rumah, agak luas memang, tetapi lokasinya jauh.
Ada sembilan indikator yang telah dirumuskan tirto.id dalam mempertimbangkan untuk membeli apartemen atau rumah tapak. Sembilan indikator ini dirumuskan berdasarkan observasi dan wawancara.
Indikator pertama adalah lokasi. Apartemen biasanya berada di dekat kawasan bisnis dan perkantoran. Para penghuni apartemen tak perlu menempuh jarak terlalu jauh untuk bisa tiba di tempat kerja.
Persoalan utama kota-kota besar adalah ketersediaan lahan yang terjangkau. Itu sebabnya para pengembang memilih membangun hunian vertikal dibandingkan rumah tapak. Kalaupun membangun rumah tapak di perkotaan, tipe bangunannya tentu yang premium dengan harga di atas Rp1 miliar, untuk kawasan Jakarta.
Rumah-rumah tapak yang dari segi harga masih terjangkau oleh kaum muda, dibangun di pinggiran kota. Ini membuat mereka yang memilih membeli rumah tapak harus menempuh jarak lebih jauh. Dari segi lokasi, rumah tapak kalah dengan apartemen.
Selanjutnya persoalan harga. Harga rumah dan apartemen bisa jadi sama. Tetapi jangan lupa melihat luas bangunannya. Sebuah unit studio di Apartemen Grand Kamala Lagoon di Bekasi dibanderol Rp537 juta. Luas unit studio ini hanya 26,38 meter. Ia setara dengan harga beberapa perumahan di sekitaran Cinere atau Pamulang atau Citayam atau Depok atau Bekasi. Dengan bangunan yang lebih luas, tentu saja. Di titik ini, rumah tapak lebih unggul.
Jika menilai keduanya dari segi fasilitas. Rumah tapak tentu kalah jauh. Apartemen biasanya telah dilengkapi berbagai fasilitas seperti kolam renang, peralatan fitness, dan taman. Komplek perumahan yang tak begitu mewah jarang memberikan fasilitas tersebut.
Lalu dari segi kenyamanan. Sulit sekali sebenarnya mengukur kenyamanan. Ia akan tergantung pada tiap-tiap orang. Tetapi begini, karena ukurannya yang sempit, apartemen tentu tak nyaman ditinggali bersama keluarga dengan anak lebih dari dua. Walaupun apartemen itu memiliki dua atau tiga kamar.
Rumah tapak akan lebih nyaman bagi keluarga. Luas bangunan yang lebih luas memberikan banyak ruang bagi aktivitas keluarga. Rumah tapak juga memungkinkan untuk bercocok tanam dan memiliki taman. Jika ada tamu dalam jumlah tidak sedikit, rumah tapak juga tentu lebih nyaman. Tetapi bagi mereka yang belum menikah atau memang memutuskan hidup sendiri, apartemen tentu akan lebih nyaman.
Perihal privasi, apartemen tampaknya menang telak jika dibandingkan dengan rumah tapak. Mereka yang tinggal di apartemen biasanya sudah cukup sibuk untuk mengurusi urusan orang lain, atau untuk menggunjingkan rahasia orang lain. Pergunjingan kerap terjadi di lingkungan rumah tapak. Mereka yang tinggal di rumah tapak dan menginginkan privasi lebih biasanya membangun pagar cukup tinggi.
Indikator lain adalah biaya perawatan. Biaya perawatan apartemen dua kamar setidaknya mencapai Rp1 juta per bulan. Ini belum termasuk biaya listrik. Di rumah tapak, rincian biaya perawatan tentu banyak, mulai dari sampah, keamanan, perawatan kebun, iuran RT/RW, dan lain-lain. Tetapi biasanya tentu lebih murah dibandingkan apartemen.
Bicara soal keamanan, apartemen bisa jadi lebih aman. Sebab tak sembarang orang bisa mengakses lantai demi lantai di apartemen. Hanya penghuni yang diberi akses untuk masuk. Selain itu, sebagian besar apartemen juga meletakkan kamera CCTV di setiap sudutnya.
Meski begitu, apartemen tak aman bagi ancaman bencana alam, seperti gempa bumi. Lebih mudah mengevakuasi penghuni rumah tapak dibandingkan dengan penghuni apartemen. Apalagi jika terjadi kebakaran. Penghuni apartemen di lantai tertinggi akan sulit sekali dievakuasi.
Ada pertimbangan utama yang biasanya membuat orang-orang lebih memilih membeli rumah tapak dibandingkan apartemen, yakni persoalan legalitas. Pemilik rumah mendapatkan surat hak milik (SHM) dengan kepemilikan tanpa batas dan tapat dimiliki turun temurun.
Ini berbeda dengan apartemen. Pemilik apartemen hanya memiliki hak guna bangunan (HGB). Sebab tanah tempat apartemen didirikan biasanya dimiliki pengembang atau pihak ketiga. Kepemilikan HGB ini terbatas, biasanya hanya 20 tahun. Meskipun setelah 20 tahun, ia bisa diperpanjang lagi.
Jika pembelian rumah atau apartemen tersebut dimaksudkan untuk investasi, apartemen hanya cocok untuk investasi jangka pendek. Ia bisa dengan mudah disewakan karena lokasinya yang tak jauh dari kota. Harga sewanya juga cenderung tinggi.
Namun, untuk investasi jangka panjang, rumah tapak jauh lebih baik. Dalam sepuluh tahun, harga rumah bisa naik dua hingga tiga kali lipat. Pemilik rumah juga tak perlu risau dengan persoalan perpanjangan HGB.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti