tirto.id - Gubernur Anies Baswedan enggan mengonfirmasi pidato Prabowo soal mark up proyek Light Rapid Transit (LRT) saat berkampanye untuk pasangan Sudrajat-Syaikhu di Bandung, Jawa Barat.
Usai rapat paripurna istimewa di gedung DPRD, ia justru meminta para wartawan untuk memastikan hal itu dengan menelusuri data berdasarkan indeks harga pembangunan proyek LRT di seluruh dunia.
"Menurut saya begini, tugas jurnalistik adalah melakukan verifikasi, melakukan validasi. Jadi malah saya anjurkan kepada teman-teman statement pak Prabowo itu dijadikan pemantik. Anda tinggal buka datanya proyek LRT seluruh dunia dan Indonesia dari situ malah dapat," ujarnya.
Sebelumnya, pidato Prabowo soal mark up proyek LRT itu menimbulkan polemik, sebab selisih nilainya yang sangat besar. Video pidato itu diunggah di akun Facebook miliknya pada Jumat 30 Maret 2018 lalu.
"Saya tanya harganya berapa proyeknya Rp12,5 triliun. Luar biasa. Rp12,5 triliun untuk sepanjang 24 kilometer. Saya diberi tahu oleh Gubernur DKI Yang sekarang, saudara Anies Baswedan. Dia menyampaikan kepada saya: Pak Prabowo, indeks termahal LRT di dunia 1 km adalah 8 juta dolar," ucapnya dalam pidato tersebut.
Hitung-hitungan Prabowo juga menunjukkan bahwa, mark up proyek itu sebesar 32 juta dolar per kilometer atau sekitar Rp446 miliar.
"Kalau ini, Rp12 triliun untuk 24 km, berarti 1 km 40 juta dolar. Bayangkan. Di dunia 1 km 8 juta dolar, di Indonesia, 1 km 40 juta dolar. Jadi saya bertanya kepada saudara-saudara, mark up, penggelembungannya berapa? 500 persen," tuduhnya.
Padahal, kata Prabowo, mark up adalah bentuk korupsi pejabat negara dan uang itu seharusnya bisa dipakai untuk kepentingan lain.
"Rp 400 miliar. Bisa bangun berapa RS? Berapa puskesmas, berapa ribu hektar. Ini di Palembang, bagaimana di Bogor? bagaimana di Jakarta, di provinsi lain?" ucapnya.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo