Menuju konten utama

Anies; BTP; Jokowi: Tiga Gubernur yang Gagap Atasi Banjir Jakarta

Joko Widodo, BTP, dan Anies Baswedan punya janji masing-masing untuk mengatasi banjir Jakarta. Sampai saat ini belum ada yang menjadi nyata.

Anies; BTP; Jokowi: Tiga Gubernur yang Gagap Atasi Banjir Jakarta
Petugas Dinas Perhubungan mengatur lalu lintas saat terjadi banjir di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Sabtu (20/2/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.

tirto.id - Baru berselang beberapa hari setelah foto langit Jakarta menjadi viral karena kejernihannya, hujan besar menimpa Jakarta selama dua hari. Pembicaraan soal Jakarta di akhir pekan berganti menjadi banjir yang merebak di seantero Jakarta pada Jumat (19/2).

Pada pagi hari, Sabtu (20/2), foto jalan tol Jakarta-Serpong yang banjir menyebar di media sosial. Arus lalu lintas dari Serpong menuju Jakarta itu terputus menjadi satu jalur secara otomatis karena sisanya tak mungkin dilewati. Mobil juga diarahkan untuk mengambil jalan di luar tol.

Foto yang diambil di daerah Kemang, Jakarta Selatan juga menyebar di media sosial. Dalam tangkapan kamera itu, beberapa mobil terjebak banjir dan tidak bisa diselamatkan. Ketinggian air mencapai setengah pintu mobil. Akses jalan benar-benar terputus dan orang harus naik perahu untuk mengungsi ke daerah lain.

Akun Twitter @aqfiazan sempat menunjukkan gambaran perbedaan pembangunan di Kemang sedari tahun 2006 sampai 2014. Daerah yang awalnya berupa hamparan hijau kini berganti gedung. Sebagian orang di media sosial menganggap pembangunan beton-beton itulah yang akhirnya menjadi pemicu banjir.

Sebagian lain, tentu saja, menyalahkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang tengah menjabat.

Anies Baswedan

Ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies punya janji untuk menyelesaikan masalah banjir. Problem yang sudah ada sejak masa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, bahkan sejak berabad-abad lalu, ingin dituntaskan Anies secepatnya. Ia malah menargetkan banjir bisa surut kurang dari enam jam.

“Satu, memastikan seluruh warga selamat. Jangan ada korban. Indikator kedua adalah genangan bisa surut dalam waktu kurang dari enam jam," ujar Anies di Tanjung Priok pada 4 November 2020 kepada jajarannya terkait target kerja.

Janji ini tentunya tidak mampu ditepati. Karena pada 19 Februari 2021, banjir melanda lebih dari enam jam.

Namun, Anies berkilah bahwa ada persyaratan banjir bisa surut dalam waktu yang ia tetapkan tersebut. Pertama, hujan sudah berhenti. Kedua, tidak ada luapan sungai atau kali. Banjir di Jakarta kali ini, menurut Anies, bertahan lama karena aliran sungai terus meluap. Tapi bukankah itu pekerjaan rumahnya?

Janji Anies menuntaskan banjir bukan hanya kali ini saja. Sebelumnya dia menganggap masalah banjir bukanlah suatu yang muskil. Banjir terjadi karena penanganan kepala daerah Jakarta terdahulu melawan hukum Tuhan.

“Air itu turun dari langit ke bumi bukan ke laut, harusnya dimasukkan ke dalam bumi, masukkan [ke] tanah,” kata Anies dalam sebuah kunjungan pada 2017.

Anies menolak melakukan normalisasi sungai yang mengharuskan penggusuran warga seperti dilakukan pada masa kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP). Anies menganggap ide penertiban warga bantaran sungai percuma karena hanya membuat saluran air tembus ke laut. Anies lebih suka dengan apa yang ia sebut sebagai naturalisasi sungai.

Cara ini urung membeton sungai seperti normalisasi, tapi menghidupkan ekosistem di sekitarnya. Regulasi itu secara khusus memandatkan Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta agar membangun ruang terbuka hijau (RTH) dan menentukan batas garis sempadan—tak boleh ada bangunan di dalam garis tersebut.

Anies meneken Pergub Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air (SDA) secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi pada Maret 2019. Tantangan pertama kesuksesan program ini dimulai pada banjir awal 2020.

Data menunjukkan, banjir pada era Anies tidak tertangani lebih baik daripada era Joko Widodo atau BTP. Jumlah korban meninggal pada banjir Jakarta 2020 ada 9 orang dan tahun 2021 sebanyak 5 orang. Sedangkan mereka yang mengungsi mencapai 11.474 orang tahun 2020. Tapi pada 2021, jumlah pengungsi ini menurun menjadi 3.311 orang.

Pada kepemimpinan BTP, jumlah meninggal saat bencana banjir mencapai 5 orang dan pengungsi paling banyak tercatat 41.202 orang. Angka ini muncul pada banjir Jakarta 2015.

Pada 2016, titik banjir Jakarta di masa BTP sebanyak 20 titik. Ketika berpindah ke Anies, titik banjir Jakarta 2020 dilaporkan publik mencapai ratusan. Di tahun 2021, angka ini berkurang, tapi masih ada 30 titik banjir.

Media asal Jerman, Deutsche Welle (DW), merekam banjir Jakarta di masa Anies tahun 2020 adalah banjir terburuk semenjak 2013. Saat itu Joko Widodo-BTP belum lama menjabat dan setengah daerah Jakarta tertutup oleh banjir dan menyebabkan setidaknya 100 ribu orang mengungsi dari tempat tinggal mereka.

Sampai hari ini, atau setidaknya banjir Jakarta bulan lalu, Anies belum juga menemukan solusi tepat yang bisa menghentikan banjir Jakarta.

Beberapa Titik Banjir di Hari Pertama 2020

Infografik Beberapa Titik Banjir di Hari Pertama 2020. tirto.id/Sabit

Jokowi-BTP

Jokowi dan BTP yang maju pada kontestasi Pilkada 2012 juga membawa janji-janji manis untuk diwujudkan. Salah satunya sama dengan Anies: menuntaskan problem banjir Jakarta.

Ada setidaknya dua cara untuk menepati janji itu. Pertama, Jokowi-BTP hendak membangun kampung deret. Kedua, melanjutkan pembangunan Kanal Banjir Timur (KBT). Dua solusi ini terbentur realitas dan mau tak mau harus ada improvisasi.

Program kampung deret berhenti total pada 2014. Awalnya ada 25 lokasi di lima kotamadya di Jakarta yang diwacanakan untuk kampung deret, tapi dalam pelaksanaannya hanya ada beberapa kampung deret tanpa konsep yang jelas. Awalnya, program ini ditujukan untuk menata tanpa harus menggusur.

Begitu pasangan Jokowi-BTP tahu beberapa kampung berdiri di atas lahan hijau milik negara, seketika juga mereka sadar program mereka gagal dan harus dihentikan. Dahulu mereka tidak sadar bahwa kampung yang mereka janjikan berdiri di atas tanah negara dan ilegal.

“Janji kami merapikan Jakarta jelas. Namun, bukan berarti kamu milih saya, kami janji. Saya kan nggak tahu kamu tinggal di mana. Boleh nggak saya sebagai pejabat melanggar undang-undang, melanggar konstitusi? Nggak boleh,” kata Ahok pada 2016 seperti dilansir Kompas.

Sementara itu masalah pembangunan KBT terbentur pembebasan lahan yang alot. Untuk menguatkan KBT, pemerintah DKI Jakarta di masa Jokowi-BTP bermaksud meneruskan pembangunan sodetan Ciliwung yang sudah dijalankan juga pada 2013 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan target selesai 2014.

Pada 2014 justru pembangunan terhambat karena tidak ada titik temu antara warga Bidara Cina yang tanahnya harus dibebaskan demi pembangunan proyek dengan pemerintah provinsi DKI Jakarta. BTP beralasan banyak mafia tanah yang bermain sehingga menyulitkan pembebasan lahan.

Pada akhirnya, improvisasi dari kebuntuan kampung deret dan sodetan Ciliwung itu adalah penggusuran, termasuk untuk normalisasi sungai. Dengan alasan banjir, BTP setidaknya sudah menggusur sebanyak 113 kali dengan pihak terdampak sebanyak 8.145 KK dan 6.283 unit usaha sampai 2016 dan 110 kali dengan pihak terdampak 1.171 KK dan 1.732 unit usaha pada 2017.

Apakah penggusuran ini lantas membuat Jakarta bebas banjir? Setidaknya dari survei yang dilakukan Indo Barometer pada Februari 2020, 42% dari 1.200 responden percaya cara-cara BTP dengan penggusuran berkedok normalisasi adalah yang paling berhasil dalam menyelesaikan masalah banjir di Jakarta.

Sedangkan Jokowi, selain saat kampanye Pilkada Jakarta 2012, juga pernah sesumbar menuntaskan masalah banjir di ibu kota.

Janji ini dilontarkan Jokowi sebelum menjadi presiden pada 2014. Saat banjir Jakarta belum tuntas, Jokowi beralasan bahwa keinginannya maju sebagai presiden tidak akan menghalanginya menuntaskan janjinya sebagai Gubernur Jakarta dahulu.

Dengan menjadi presiden, Jokowi yakin masalah banjir bisa ditangani dengan lebih ringkas.

“Seharusnya lebih mudah [mengatasi kemacetan] karena kebijakan transportasi itu harusnya tidak hanya Jakarta, tapi juga Jabodetabek. Itu seperti halnya dengan masalah banjir. Banjir tidak hanya masalah Jakarta karena 90 persen air yang menggenangi Jakarta itu justru berasal dari atas (Bogor). Semua pengelolaan 13 sungai besar yang ada di Jakarta juga semuanya kewenangan pemerintah pusat," papar Jokowi di Balai Kota Jakarta pada Maret 2014 sebagaimana dilansir Liputan6.

Kendati janji itu belum ditepati hingga sekarang, Jokowi relatif kerap lolos dari kritik soal banjir Jakarta. Yang dianggap tak becus dalam menangani banjir Jakarta tak lain adalah Anies Baswedan. Pada survei yang sama oleh Indo Barometer, hanya 4,1% responden yang percaya Anies sukses menangani masalah banjir Jakarta.

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Ivan Aulia Ahsan