tirto.id - Lawmaker Jo Cox, yang ditembak dan ditikam sepekan sebelum referendum keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa, meninggal dunia karena pandangan politiknya dan korban dari kampanye politik pro Uni Eropa, kata suaminya seperti dikutip Reuters.
Perdana Menteri David Cameron sudah meminta para pemilih untuk mendukung Inggris tetap bersama Uni Eropa, dua hari sebelum referendum yang akan mengubah masa depan wajah Eropa dilakukan.
Cox, ibu berusia 41 tahun yang memiliki dua anak kecil, adalah pendukung fanatik keanggotaan Uni Eropa. Pembunuhannya mengguncang Inggris Raya dan telah mengubah secara drastis nada kampanye pro dan anti Uni Eropa yang membelah warga Inggris.
"Dia memiliki pandangan politik yang sangat kuat dan saya yakin dia dibunuh karena pandangannya itu," kata suaminya Brendan Cox. "Dia mati karena mereka dan dia pasti berdiri bersama mereka yang mati seperti selama dia lakukan dalam hidupnya."
Menurut suaminya itu, Cox mengkhawatirkan budaya politik Inggris di mana orang-orang mengambil posisi yang lebih ekstrem, selain memprihatinkan politik global.
"Dia memprihatinkan nada debat yang fokus kepada imigrasi dan mengenai nada mendramatisasi kesedihan dan ketakutan," sambung Brendan Cox.
Inggris Raya akan menggelar referendum mengenai apakah mereka keluar dari Uni Eropa di tengah peringatan dari para pemimpin, investor dan perusahaan dunia karena jika keluar maka pengaruh Inggris akan terkikis dan menciptakan gejolak pasar, demikian pemaparan Reuters.