tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan satu orang anggota DPRD Sumatera Utara atas nama Tahan Manahan Panggabean, terkait kasus suap DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019. Manahan mengaku, dirinya telah mengembalikan uang gratifikasi tersebut ke negara.
"Atas kesadaran kami, kesilapan kami, kealpaan kami, kekeliruan kami, dengan kesadaran, sudah kami kembalikan," kata Manahan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan (13/08/2018).
Manahan sendiri memang dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada hari ini. Penyidik menyecar Manahan sejumlah pertanyaan terkait kasus suap yang diduga melibatkan seratusan anggota DPRD Sumut ini. Selain itu politisi Partai Demokrat ini juga ditanyai soal penggunaan dana gratifikasi tersebut.
Untuk itu, Manahan meminta agar pengusutan kasus dugaan gratifikasi ini tidak memakan waktu lama. Selain itu Manahan pun menyatakan dukungannya terhadap KPK untuk membongkar kasus gratifikasi lain di Indonesia.
"Ini sudah mendekati 4 tahun. Kita harapkan yang dituduhkan itu ada kepastian hukum segera. Kasihan," katanya.
Tahan Manahan Panggabean sendiri resmi ditahan KPK per 13 Desember 2018 ini. Ia ditahan selama 20 hari di rumah tahanan Polres Jakarta Pusat.
"Tersangka TMP [Tahan Manahan Panggabean] ditahan selama 20 hari pertama di Rutan Polres Jakarta Pusat," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah lewat keterangan tertulis (13/08/2018).
Pada hari ini (13/08/2018) KPK pun mengagendakan pemeriksaan terhadap dua orang tersangka lainnya. Kedua orang tersebut ialah anggota DPRD Sumut Musdalidah (MDH) dan anggota DPRD Sumut Pasiruddin Daulay (PD). Namun, keduanya berhalangan hadir.
Febri mengatakan, Musdalidah sudah mengirim surat ke KPK dan meminta pemeriksaannya dijadwalkan ulang sampai hari pernikahan anaknya. Sementara Pasiruddin berhalangan hadir karena tengah dirawat di rumah sakit dan KPK menjadwalkan ulang pemeriksaannya pada 16 Agustus 2018.
Kasus ini sendiri bermula saat KPK pada 3 April 2018 mengumumkan 38 anggota DPRD Provinsi Sumut sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi memberi atau menerima hadiah terkait fungsi dan kewenangan anggota DPRD Sumut 2009-2014 dan/atau 2014-2019.
Tersangka itu adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie dan Rahmianna Delima Pulungan.
Selanjutnya, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawati Munthe, Dermawan Sembiring, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban dan Tunggul Siagian.
Kemudian Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah dan Tahan Manahan Panggabean.
Sebanyak 38 anggota DPRD Sumut 2009-2014 dan/atau 2014-2019 tersebut diduga menerima hadiah atau janji dari mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Puji Nugroho.
Pertama, terkait dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD Provinsi Sumut.
Kedua, persetujuan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2013 dan 2014 oleh DPRD Provinsi Sumut.
Ketiga terkait pengesahan APBD Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2014 dan 2015 oleh DPRD Provinsi Sumut.
Terakhir, terkait penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumut pada 2015.
KPK mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, dan barang elektronik bahwa 38 tersangka itu diduga menerima "fee" masing-masing antara Rp300 sampai Rp350 juta dari Gatot Pujo Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai anggota DPRD Provinsi Sumut.
Atas perbuatannya, 38 tersangka tersebut disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yandri Daniel Damaledo