tirto.id - Pandora Papers berisi data pejabat hingga politikus di berbagai negara dunia atas kepemilikan perusahaan di negara bebas pajak.
Menurut Anggota Komisi XI DPR Bidang Keuangan dan Perbankan, Anis Byarwati Pandora Papers menunjukkan upaya penghindaran pajak yang merugikan negara-negara asal.
"Ini seolah membuka kotak pandora perilaku konglomerat dan pejabat yang melakukan penghindaran pajak, ada dampak dari penggelapan pajak ke negara-negara surga pajak tersebut hingga berkontribusi terhadap rendahnya rasio perpajakan," kata Anis, Sabtu (9/10/2021).
Di Indonesia terdapat dua pejabat disebut dalam Pandora Papers. Keduanya adalah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Luhut pernah menduduki jabatan Petrocapital S.A, perusahaan bidang minyak dan gas terdaftar di Panama. Sedangkan Airlangga disebut punya dua perusahaan di British Virgin Island, negara suaka pajak.
Menurut Anis, pemerintah sebetulnya punya skema pencegahan penghindaran pajak di dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun instrumen pencegahan berupa Alternative Minimum Tax (AMT) dan General Anti Avoidance Rule (GAAR) justru dianulir dari RUU tersebut.
"Fraksi PKS jelas menolak RUU HPP yang sudah hilang ruh penegakan aturan perpajakan maka imbasnya tax ratio terancam tidak membaik, padahal instrumen pencegahan ini sudah digunakan di 43 negara dan direkomendasikan OECD," kata dia.
Menurutnya bila pemerintah ingin memperbaiki rasio perpajakan sehingga fiskal pulih, harus dimulai dengan memperbaiki sistem perpajakan dan menerapkan asas keadilan perpajakan. Untuk itu, ujar dia, insentif seharusnya diberikan kepada mereka yang jelas-jelas patuh bukan sebaliknya.
"Semoga dengan terkuaknya Pandora Papers ini mengoreksi kinerja pemungutan pajak dan membuka mata pemerintah akan kekurangsempurnaan RUU HPP," kata Anis.
Editor: Zakki Amali