Menuju konten utama

Anggota DPR Melchias Mekeng Laporkan Andi Naragong ke Polisi

Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng melaporkan pengusaha Andi Narogong ke Mabes Polri. Ia tak terima namanya disangkutpautkan menerima fee dari proyek e-KTP dari keterangan Andi Narogong dalam dakwaan Irman dan Sugiharto.

Anggota DPR Melchias Mekeng Laporkan Andi Naragong ke Polisi
Melchias Marcus Mekeng. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/16.

tirto.id - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng tak terima namanya disangkutpautkan menerima fee dari proyek e-KTP dari keterangan Andi Agustinus alias Andi Narogong di dakwaan Irman dan Sugiharto.

Melchias pun kemudian mendatangi Mabes Polri guna melaporkan pengusaha Andi Narogong dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke Bareskrim Polri.

"Klien kami Melchias Markus Mekeng akan melaporkan dugaan tindak pidana keterangan palsu yang memberatkan klien kami. Dia sengaja menyebabkan seseorang secara palsu disangka melakukan suatu tindak pidana sehingga nama baik dan kehormatan klien kami menjadi tercemar," jelas Petrus Selestinus, kuasa hukum Melchias Marcus Mekeng saat dikonfirmasi Tirto, Senin (20/3/2017).

Petrus menjelaskan jika dia dan tim kuasa hukumnya Melchias berencana melaporkan dua orang itu sekira pukul 10.30 WIB ke Mabes Polri yang menumpang di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Petrus menjelaskan Muhammad Nazaruddin lah sebagai orang pertama yang menyebut jika dia sebagai salah seorang terlibat kasus e-KTP di tahun 2010.

"Nazaruddin pernah menuding klien kami terlibat kasus, salah satunya e-KTP itu tahun 2010. Waktu itu dia sudah tersangka kasus korupsi dan pencucian uang kasus Hambalang kalau tidak salah. Lalu dia menyebut klien kami," jelas Petrus.

Dari keterangan Nazar itulah di dakwaan pertama sidang e-KTP dengan terdakwa Sugiharto dan Irman nama Melchius disebut. Apalagi, kata Petrus, Ditambah dengan keterangan Andi Narogong untuk memuluskan proyek e-KTP harus memberi upeti ke beberapa anggota DPR RI periode 2009-2014, termasuk Melchias yang saat itu menjadi Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR.

"Keberatan klien kami kepada Pak Andi (Narogong) juga dari surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK. Maka klien kami merasa keberatan," jelas Petrus.

Petrus menjelaskan lagi bagian pernyataan mana yang diungkapkan oleh Andi Narogong menyudutkan Melchias. Kala itu, dalam kesaksian Andi Narogong yang dimasukkan ke dalam dakwaan e-KTP menyebutkan di Oktober 2010 adanya beberapa kali pembagian uang kepada anggota DPR. Fee tersebut tidak hanya dibagikan kepada anggota Komisi II DPR sebagai mitra Kementerian Dalam Negeri, tetapi ikut pula dinikmati Badan Anggaran (Banggar) di DPR.

Uang itu juga dinikmati oleh pucuk teratas Banggar yakni Ketua Banggar Melchias Marcus Mekeng, dan dua Wakil Ketua Banggar yakni Mirwan Amir dan Olly Dondokambey. Melchias sendiri diduga menerima uang senilai 1,4 juta dolar AS.

"Sudah sekian banyak kali klien kami bilang bahwa dia tidak menerima uang 1,4 juta dolar AS. Dari keterangan di KPK waktu itu maupun rilis kepada wartawan. Jadi kami simpulkan jika keterangan pengusaha itu jelas Palsu" kata Petrus.

Salah satu bukti yang dibawa oleh tim kuasa hukum Melchias adalah surat dakwaan yang dibawanya ke Mabes Polri hari ini. Bukti lainnya yang dibawa Melchias adalah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan sejumlah saksi.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mempersilahkan untuk mempertahankan argumentasinya bahwa dia tak bersalah. Sebab, setiap orang berhak untuk memperjuangkan nama baiknya.

"Setiap orang kan punya nama baik. Hak orang untuk menjaga nama baik baiknya. Tapi kalau nanti di tengah jalan mungkin tuduhan itu bisa dibuktikan ya mau bagaimana lagi harus bisa menerimanya. Nah untuk membuktikannya sama-sama kita menunggu fakta sidang berikutnya dan pendalaman penyidik di kasus ini," jelas Febri Diansyah via pesan singkat, Senin (20/3/2017).

Sebelumnya kasus e-KTP sendiri diduga merupakan kasus mega proyek senilai Rp 5,9 triliun. Dalam pengakuan mantan Kemendagri, kasus mega proyek ini sendiri sudah beberapa kali berubah nominal pelaksanaannya. Selain perubahan nominal, proyek ini melibatkan anggota legislatif, eksekutif, BUMN, dan swasta sebagai perusahaan konsorsium pelaksana proyek e-KTP.

Dari anggaran Rp5,9 triliun itu diperkirakan 51% atau Rp 2,662 triliun untuk modal pembiayaan proyek e-KTP. Sisanya sekitar 49 % atau sebesar Rp 2,558 triliun dibagikan panitia pelaksana dan anggota DPR Komisi II DPR dan Badan Anggaran DPR RI.

Sejauh ini dalam kasus e-KTP baru dua orang yang menjadi terdakwa. Dua orang tersebut adalah mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Dimeitry Marilyn

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Maya Saputri