Menuju konten utama

Ancaman Perang Saudara Setelah Raja Bhumibol Tiada

Jadi sebuah narasi berulang-ulang dalam sejarah peradaban manusia ketika raja wafat maka skrip selanjutnya selalu bercerita tentang perebutan kekuasaan: babak yang penuh ketegangan, intrik dan berdarah-darah. Mungkinkah hal itu terjadi di Thailand pasca kematian Raja Bhumibol Adulyadej?

Ancaman Perang Saudara Setelah Raja Bhumibol Tiada
Pelayat berbaris memasuki Istana Kerajaan untuk memberikan penghormatan kepada mendiang Raja Bhumibol Adulyadej di Bangkok, Thailand. ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva

tirto.id - Kursi raja Thailand akan kosong dalam waktu lama. Sebuah keputusan mengejutkan diambil oleh putra mahkota Maha Vajiralongkorn. Pada Minggu (16/10/2016), dia meminta penobatannya sebagai raja ditunda hingga tahun depan. Kapan tanggal pastinya, dia tidak menyebutkannya

Pernyataan ini diungkapkan oleh Perdana Menteri pemerintahan junta militer Thailand, Jenderal Prayut Chan-o-cha. “Beliau meminta waktu untuk menyiapkan berbagai proses hukum pengangkatan dirinya ke tahta kerajaan.” Ini artinya, akan ada kekosongan kepemimpinan selama sekitar satu tahun.

Kata Prayuth, dalih keputusannya ini diambil karena sang putra mahkota perlu waktu lebih untuk melewati masa berkabung. Prayuth juga mengatakan bahwa Vajiralongkorn meminta warga Thailand untuk tak risau dengan urusan suksesi baik itu di level kerajaan maupun pemerintahan.

Thailand menganut sistem monarki-konstitutional. Dalam soal roda pemerintahan semuanya diserahkan ke parlemen, kekosongan tahta monarki tidak berdampak signifikan terhadap roda pemerintahan. Prayuth mengatakan, untuk soal urusan kerajaan sementara waktu diambil alih oleh Kepala Dewan Penasihat Kerajaan Thailand, Prem Tinsulanonda yang kini ditunjuk menjadi Pemangku Raja sementara.

Sepanjang 9 raja dari Dinasti Chakri bergantian memerintah sejak tahun 1782, dari setiap pergantian kekuasaan setelah raja meninggal tidak pernah ada tenggang waktu penobatan yang berselisih lama. Ketika ada raja meninggal, maka paling lama tiga bulan kemudian pemahkotaan bagi raja baru dilakukan.

Namun pernah suatu masa, pemahkotaan itu tertunda sampai setahun lebih, tepatnya di masa transisi Raja Chulalongkorn (Rama V) terhadap Raja Vajiravudh (Rama VI). Setelah Chulalangkorn meninggal 23 Oktober 1910, Vajiravudh baru resmi dinobatkan naik sebagai raja pada 11 November 1911. Gaduh-gaduh ancaman kudeta jadi sebab keterlambatan ini. Mungkinkah hal sama juga terulang sekarang?

Dalam kehidupan bermasyarakat, raja memang begitu dihargai dan dicintai oleh rakyat. Namun, dalam konteks politik para elit, raja hanyalah alat bagi junta militer untuk berkuasa. Kerajaan harus berjalan beriringan dengan kepentingan junta militer. Akan jadi berbahaya jika simbiosis itu terusik. Bagi junta militer, Vajiralongkorn adalah ancaman.

Jadi hal janggal kenapa penundaan penobatan raja diungkap Prayuth, tidak oleh Vajiralongkorn sendiri secara langsung. Vajiralongkorn memang dikenal sosok anti-media dan cenderung tertutup. Namun, pada hal sepenting ini sikapnya itu akan malah membuatnya semakin terkucilkan.

Bagi rakyat Thailand, mendapati raja seperti Vajiralongkorn adalah mimpi buruk. Tabiatnya amat jauh dengan sang bapak yang lebih bersahaja. Vajiralongkorn lebih dekat dengan kontroversi. Dia dikenal sebagai cassanova yang punya banyak gundik. Kehidupan rumah tangganya amburadul, tiga pernikahan berakhir perceraian.

Pada 2014 lalu, sebuah video beredar memperlihatkan istri ketiganya Putri Srirasmi tampil topless dalam sebuah pesta di Bangkok. Vajiralongkorn tampak cengengesan di video itu.

Tindak-tanduk Vajiralongkorn membuatnya seolah seperti raja abad pertengahan – berlaku konyol semau udelnya: Anjing pudelnya diberi pangkat militer setinggi Marsekal alias jenderal bintang empat. Saat mati, anjing ini dikremasi secara mewah empat hari berturut-turut.

Dia pun dikenal bergaya hidup jetset. Dia sering menyelinap pergi dari Thailand dan menghabiskan waktunya di luar negeri, khususnya di sebuah villa seharga $11 juta dolar di pinggiran selatan Danau Starnberg kota Munich, Jerman. Alhasil, duta besar Jerman lebih sering hadir di Munich ketimbang Berlin demi menyambut sang putra mahkota.

Pada Juli lalu sebuah foto memalukan muncul saat Vajiralongkorn turun dari pesawat kerajaan di Munich dengan hanya menggunakan sandal gunung dan memakai tanktop serta celana jeans yang dibuat melorot. Tato imitasi melekat di sekujur tangan dan punggungnya membuat kita tidak akan berpikir bahwa dia adalah seorang pangeran, melainkan seorang gembel urakan.

Beruntunglah Vajiralongkorn ditakdirkan jadi putra mahkota di Thailand. Segigih apapun dia menistakan dirinya sendiri aturan hukum lese-majeste membuat Vajiralongkorn akan kebal dari kritik dan hinaan di dalam negeri.

Lese Majeste adalah pasal yang melindungi anggota keluarga kerajaan Thailand dari hinaan atau ancaman. Pelaku penghina diancam hukuman penjara hingga 15 tahun. Aturan ini berlaku di dunia nyata dan dunia maya – jangankan mencaci secara frontal, memencet tombol suka atau retuit pun akan membuat Anda di tangkap karena tuduhan melecehkan raja.

Lese Majeste inilah yang membuat publik Thailand apatis dan enggan terlalu ikut campur dengan urusan internal kerajaan.

Namun, keengganan rakyat dipimpin Vajiralongkorn tentu dirasakan elit kerajaan lainnya. “Untuk para elit yang selama ini mendapatkan manfaat persepsi kerajaan yang selalu dicitrakan positif, Vajiralongkorn adalah bencana,” tulis Andrew MacGregor Marshall dalam buku yang menguak sisi lain kerajaan berjudul A Kingdom in Crisis.

Seorang akademisi Thailand, Porphant Ouyyanont pada 2014 melakukan riset untuk meneliti kekayaan milik anggota keluarga kerajaan yang dihimpun dalam lembaga Biro Properti Kerajaan atau Crown Property Bureau (CPB). Hasilnya diprediksikan kekayaan Kerajaan Bhumibol mencapai $59,4 miliar atau setara Rp77 triliun – ini menobatkan mereka sebagai kerajaan terkaya di dunia.

Andrew menuturkan, dalam anggapan para elit, naiknya takhta Vajiralongkorn hanya akan memancing pergolakan masa kaum revolusioner yang bisa menghancurkan struktur masyarakat Thailand. Jika betul revolusi terjadi, revolusi itu bukanlah disebabkan Vajiralongkorn tetapi berkat kecerdikannya dalam berpolitik.

Satu hal yang membuat gelisah para Bangsawan dan junta militer adalah Vajiralongkorn sangat dekat dengan Thaksin Shinatwara. Sudah jadi rahasia umum Thaksin sering memberikan hadiah mewah dan membantu finansial sang pangeran saat dia kalah berjudi. Keduanya pun dikabarkan sempat berjumpa di Pengunungan Alpen, Jerman Selatan, pada 2014 silam.

Tentu saja jadi pergunjingan karena pada pertemuan itu, status Thaksin adalah pelarian alias buronan negara karena tudingan korupsi. Pertemuan ini digelar beberapa hari sebelum adik Thaksin, Yingluck Shinawatra dikudeta oleh militer. Entah apa perbincangan diskusi ini.

Namun, ketika militer malah melawan, Vajiralongkorn malah mengirimkan pasukan pengawal pribadinya di Korps Royal Guard 904 untuk menjaga Yingluck.

Kedekatan Thaksin dan Vajiralongkorn bukan sesuatu hal tabu. Sebuah ketakutan muncul di kalangan royalis adalah ketika dinobatkan sang pangeran yang tidak populer di kalangan royalis dan kelas menengah ini akan menyelaraskan dirinya dengan gerakan populis ala Thaksin yang menyasar kelas bawah. Hal ini tentu mempermudah akses pendukung Thaksin ke kerajaan, dan akhirnya menendang elit lama keluar dari kekuasaan.

Kekhawatiran ini terungkap dalam dokumen rahasia yang dirilis di WikiLeaks. Siddhi Savetsila, purnawirawan marsekal, mantan menteri luar negeri dan anggota dewan penasihat raja dalam dokumen itu secara terang-terangan menyebut ketika Vajiralongkorn dilantik maka dia akan menyambut Thaksin kembali ke Thailand dengan tangan terbuka. Pada dokumen yang sama, komentar serupa diucap purnawirawan Jenderal dan Kepala Dewan Penasihat Kerajaan Thailand, Prem Tinsulanonda.

Prem bahkan berharap adik Vajiralongkorn, Putri Sirindhorn, yang naik takhta. Sudah jadi rahasia umum jika Royalis dan junta militer lebih suka Sirindhorn ketimbang kakaknya. Putri dikenal sebagai filantropi, berkeliling seantero negeri untuk kegiatan amal. Koneksi politiknya pun tidak kontroversial. Dia mendapat penuh pendukung “kaos kuning”

Saat demo memaksa Yingluck turun pada 2014 silam, banyak dari mereka yang memakai pita ungu – warna Putri – sebagai bentuk dukungan. Mungkinkah Sirindhorn didapuk jadi penguasa selanjutnya? Sepanjang sejarah Thailand, tidak pernah ada kerajaan dipimpin oleh ratu. Namun upaya mengubah itu amatlah terbuka lebar. Prem – sosok yang mengagas Sirindhorn dan tidak suka dengan koneksi Vajiralongkorn dan Thaksni – kini untuk sementara waktu telah diangkat jadi pemangku raja.

Status ini secara otomatis membuat Prem bisa merevisi hukum yang mengatur peralihan tahta kerajaan sedemikian rupa, mungkin saja dia mengubah aturan pemahkotaan Vajiralongkorn kepada Sirindhorn. Menarik dicermati jika skenario ini benar-benar terjadi, mungkinkah Vajiralongkorn diam saja?

Sebulan sebelum Kudeta 2014 terjadi, Vajiralongkorn diberi jabatan sebagai kepala suatu badan baru dalam militer, bernama Satuan Keamanan Administrasi Kerajaan (Royal Administration Security Unit). Tidak hanya itu dia pun diberi wewenang mengendalikan Korps Pasukan Pengawal Kerajaan 904.

Korps ini ditugasi untuk setia terhadap kerajaan. Jabatan ini membuat Vajiralongkorn memiliki enam batalion infanteri yang akan loyal padanya. Terlebih mayoritas pasukan Korps 904 ini berasal dari Thailand utara dan timur laut – daerah ini merupakan basis terbesar “Kaos merah” dan pendukung Thaksin.

Masalahnya adalah, apalah Vajiralongkorn berani untuk jadi pribadi yang ambisius dan nekat? Dia adalah sosok opportunis. Saat rezim Thaksin diberangus oleh junta militer, dia beralih haluan merapat pada Jenderal Prayuth. Kini keduanya terlihat akrab dan sering muncul bersama. Prayuth baru-baru ini bahkan mempromosikan sang pangeran secara besar-besaran dengan memanfaatkan momentum Bike for Mom. Mungkinkah sang putra mahkota kini bisa diarahkan oleh junta militer?

Jawaban ini akan didapat seiring kepastian kapan Vajiralongkorn didapuk sebagai raja. Ketidakpastian bisa-bisa membuat putra mahkota murka dan berkongsi kembali dengan Thaksin. Bagi keduanya ini adalah simbiosis mutualisme jika ingin kembali berkuasa.

Baca juga artikel terkait RAJA THAILAND BHUMIBOL ADULYADEJ atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Politik
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti