tirto.id - Pernyataan Ketua BPN Prabowo-Sandi, Djoko Santoso soal kasus “Hak Asasi Manusia (HAM)” turut dikritisi oleh Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid. Hal yang dikritisi Usman dari Djoko ini adalah pernyataan soal, lebih baik berkorban “melanggar HAM” daripada “negara menjadi rusak atau runtuh.”
“Pak Djoko bisa mengatakan seperti itu kan mungkin karena kurang pengetahuan terhadap HAM. Mungkin juga beliau enggak pernah membaca ketetapan-ketetapan MPR yang diproduksi dalam masa reformasi,” kata Usman di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Jumat (28/12/2018).
TAP MPR yang dimaksud Usman adalah soal Ketetapan MPR tahun 2000 tentang Pemantapan dan Kesatuan Nasional. Dalam aturan itu, kata Usman, setiap hak hidup seseorang harus dihargai.
Bahkan, Usman menyatakan, dalam konteks perang sekalipun, pencabutan nyawa terhadap orang lain tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Apalagi, dalam kerusuhan seperti di Papua, Timor Leste, Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, dan Mei 1998, tentu saja pembunuhan tidak dapat dibenarkan.
“Dalam keadaan perang sekalipun tidak boleh hak itu dihilangkan kecuali dalam kondisi saling berperang,” kata Usman. “Dalam hukum humaniter, dalam perang, kalau musuh sudah jatuh, tidak boleh misalnya dibunuh begitu saja.”
Sebelumnya, Djoko Santoso sempat mengaku tak khawatir apabila capres Prabowo kembali diserang dengan isu HAM dalam debat pertama nanti. Menurut dia, tudingan kepada Prabowo yang diduga terlibat dalam sejumlah isu HAM pada zaman peralihan orde baru ke era reformasi sudah tidak mempan lagi.
Djoko kemudian mengaku bahwa dirinya pernah ditanya soal pilihan antara “melanggar HAM” atau “negara menjadi rusak”. Mantan Panglima TNI ini mengatakan, lebih berkorban “melanggar HAM” asalkan “negara tetap utuh”. Pasalnya, menurut dia, hal itu merupakan pilihan yang tepat bila bertugas di wilayah krisis.
Namun, Usman punya pandangan lain soal itu, menurutnya, kejahatan HAM serius seperti menghilangkan nyawa, menculik dan memperkosa tak bisa dibenarkan. Pasalnya, hal ini terjadi dalam sejumlah kasus HAM di Indonesia.
Sementara itu, Juru Bicara BPN Ferdinand Hutahaean mengatakan, Prabowo-Sandi tidak bisa bicara secara gamblang mengenai kasus HAM karena bukti-bukti kejahatan masih belum lengkap.
Ferdinand juga menilai, penghapusan impunitas militer juga sulit dilakukan karena mereka seringkali bertindak atas nama negara.
“Kita tidak boleh juga menuduh tentara kita melanggar HAM karena mereka bertindak itu atas perintah negara,” tegas Ferdinand.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto