Menuju konten utama
Penyelesaian Kasus HAM Berat

Temui Kiai se-Jatim, Mahfud Upayakan Penyelesaian HAM Berat 65

Mahfud MD menegaskan bahwa tim telah bekerja untuk menyusun rekomendasi pemulihan hak-hak korban.

Temui Kiai se-Jatim, Mahfud Upayakan Penyelesaian HAM Berat 65
Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan catatan akhir tahun di Jakarta, Kamis (15/12/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menemui sejumlah kiai di Jawa Timur dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Surabaya, Selasa (27/12/2022). Pertemuan juga dihadiri Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PP HAM) yang dipimpin mantan Dubes RI untuk PBB, Makarim Wibisono itu dalam rangka membahas penyelesaian HAM berat 65.

“Pemerintah berpandangan bahwa harus segera diambil tindakan cepat untuk memulihkan hak korban. Tim ini bekerja atas nama bangsa dan untuk membebaskan negara dari sandera masa lalu. Selain itu, pengakuan dan upaya pemulihan dari negara merupakan hal yang sangat penting bagi para korban pelanggaran HAM yang berat,” ujar Mahfud dalam forum audiensi Tim PPHAM bersama PBNU dan ulama NU se-Jawa Timur di Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya, Selasa (27/12/2022).

Mahfud menegaskan bahwa tim telah bekerja untuk menyusun rekomendasi pemulihan hak-hak korban yang berkaitan dengan rehabilitasi fisik, hak sosial, jaminan kesehatan, pendidikan atau hal lainnya untuk kepentingan korban atau keluarganya.

Di Pondok Pesantren asuhan Rais ‘Aam PBNU, KH Miftahul Akhyar ini, Mahfud menjelaskan, pemerintah berkomitmen menyelesaikan kasus pelanggaran HAM lewat pembentukan tim PPHAM. Hal itu menjawab tudingan bahwa pemerintah diklaim tidak mau menyelesaikan pelanggaran HAM berat secara yudisial serta aksi PPHAM sebagai upaya menghidupkan kembali ajaran komunisme.

“Dalam forum ini saya tegaskan bahwa penyelesaian melalui jalur yudisial tetap dilakukan dan itu tugas penegak hukum, penyelidikannya dilakukan oleh Komnas HAM, penyidikan dan penuntutan oleh Kejaksaan Agung, serta disidangkan di pengadilan HAM. Pemerintah tidak bisa mengintervensi penegakan hukumnya. Sedangkan larangan penyebaran ideologi komunisme, marxisme, dan lenimisme sebagaimana diatur dalam TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sudah final dan tidak dapat diganggu gugat kembali,” tegas Mahfud di hadapan para kiai sepuh NU se-Jawa Timur.

Mahfud juga menuturkan, pembahasan dengan PBNU dan para kiai ini adalah rangkaian terakhir kerja Tim PPHAM. Tim sebelumnya telah bertemu dan berdialog dengan para korban, pendamping korban, para pakar, pihak gereja, MUI, Muhammadiyah, dan mendatangi semua lokasi pelanggaran HAM berat masa lalu.

Setelah ini, tim akan menyempurnakan hasil kerja dan rekomendasi, kemudian akan dilaporkan kepada Presiden pada awal tahun 2023.

Di saat yang sama, Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf mengapresiasi langkah pemerintah dan Tim PPHAM yang telah bekerja untuk menuntaskan masalah pelanggaran HAM Berat dari jalur non yudisial.

“NU tidak ada kekhawatiran apa-apa lagi, apalagi peristiwa tahun 1965 ini sudah sangat jauh, dan yang terlibat juga sudah tidak ada orangnya, dan mau diapakan lagi,” kata Gus Yahya di tempat yang sama.

Gus Yahya menilai aksi PPHAM perlu diapresiasi karena inisiatif tersebut dilakukan tanpa tekanan politik.

“Maka apa yang disampaikan Pak Mahfud tadi yakni keinginan untuk memberi korban siapapun itu tanpa mempersoalkan apa yang pernah terjadi, itu merupakan stand point yang sangat bagus dan harus diapresiasi,” kata pria yang juga mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Di forum yang sama, Wakil Rais Aam PBNU, KH Anwar Iskandar meyakini keputusan dan rekomendasi Tim PPHAM yang diisi oleh orang-orang berkualitas dan independen, pasti akan melahirkan putusan yang kuat dan netral.

"Kita tidak ada alasan untuk tidak menerima hasil PPHAM ini nanti, dengan catatan tentunya bahwa bangsa ini tidak boleh tersandera oleh kasus-kasus masa lalu yang bisa menyebakan kita ini terjebak dalam disintegrasi," papar Kiai Anwar.

Menurut Kiai Anwar, luka masa lalu memang berat sekali, di mana menurutnya tahun 1948 para kiai dibantai di Madiun. Bahkan pada 1965, lanjut dia, rekan-rekannya dari Ansor Muncar mati diracun.

"Itu luka lama. Oleh karena itu, jangan ada diksi yang bisa membuka luka lama. Harus dijamin oleh tim PPHAM agar persatuan dan integritas bangsa, tercipta setelah ini semua," tambahnya sembari menegaskan kepercayaannya pada sosok Menko Polhukam Mahfud MD dalam memberikan solusi bagi masalah bangsa.

“Terakhir kami terima kasih kepada Menko Polhukam yang NU ini, yang dari amaliayah, ubudiyah, firkah, harakah, ke-NU-an beliau tidak kita ragukan lagi. Terima kasih Pak Mahfud sudah datang mengajak orang hebat untuk sebuah solusi bagi masalah bangsa,” kata Kiai Anwar.

Baca juga artikel terkait PENYELESAIAN HAM atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz