tirto.id - Amnesty International Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Menkopolhukam Wiranto membatalkan pembentukan tim pengawas ucapan tokoh.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai upaya pengawasan itu bisa disalahgunakan untuk membungkam kritik kepada pemerintah. Dia khawatir pengawasan itu juga bisa memperparah kasus kriminalisasi, terutama jika definisi 'melanggar hukum' tidak jelas.
“Keadaan hak atas kemerdekaan menyatakan pendapat di Indonesia sudah terancam dengan berbagai ketentuan pidana tentang pencemaran nama baik,” kata Usman dalam siaran pers lembaganya yang diterima Tirto pada Kamis (9/5/2019).
Usman mencontohkan pasal yang memidanakan penghinaan terhadap pejabat dan lembaga negara selama ini sudah memicu banyak masalah yang mengancam kemerdekaan berpendapat.
“Tanpa pengawasan tersebut saja sudah banyak orang yang diproses hukum karena mengkritik otoritas di Indonesia, termasuk presiden,” ujar dia.
Usman juga curiga pengawasan itu akan menyasar tokoh-tokoh yang aktif mengkritik pemerintah usai Pilpres 2019. Jika hal itu terjadi, menurut dia, kultur politik oposisi yang sehat akan rusak.
“Lebih jauh, kebijakan tersebut [bisa] menjadikan presiden serta pemerintah menjadi anti-kritik,” kata Usman.
Selain itu, Usman menambahkan, pembentukan tim pengawasan ucapan tokoh juga bisa memicu ketakutan warga untuk mengungkapkan pendapat, termasuk di media sosial.
Dia menegaskan kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi UUD 1945 dan hukum HAM Internasional. Meski hak itu bisa dibatasi guna melindungi reputasi orang lain, kata dia, hal itu sebaiknya tidak dilakukan lewat pemidanaan. Selain itu, dia mengingatkan, lembaga negara bukan entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum HAM.
“Secara umum pembatasan hak asasi manusia itu boleh. Tapi harus dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai pembatasan tersebut dilakukan untuk alasan yang salah dan malah mematikan esensi dari hak itu sendiri,” Usman menegaskan.
Amnesty menyatakan, lewat sambungan telepon, Wiranto memang sudah menjelaskan ke lembaga itu bahwa pembentukan tim tersebut tidak bertujuan membungkam kritik. Tim itu juga bukan badan baru dan tugasnya sebatas memberi asistensi serta beranggotakan ahli hukum seperti Muladi, Romli Atmasasmita dan Indriyanto Senoadji.
Meski demikian, Usman menilai pembentukan tim pengawasan itu tidak diperlukan dan justru bisa dicurigai sebagai bagian dari langkah politik.
“[...] ia malah bertumpang tindih dengan kewenangan penegak hukum yang ada,” ujar dia.
Pejabat negara, kata Usman, harus mentolerir lebih banyak kritik ketimbang individu yang tidak menduduki jabatan publik. Tanpa sikap terbuka terhadap kritik, ia menilai pemerintahan sulit berjalan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH