Menuju konten utama

Amburadul, 20 Juta Data Penerima Bansos Tak Sinkron Data Lapangan

Pemerintah Indonesia berjanji memperbaiki data penerima bansos dalam program DTKS Kemensos.

Amburadul, 20 Juta Data Penerima Bansos Tak Sinkron Data Lapangan
Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (kanan) menyerahkan bantuan sosial sembako secara simbolis kepada warga di Cikeas Udik, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/5/2020). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.

tirto.id - Pemerintah menemukan setidaknya ada 20 juta data kependudukan yang tidak cocok dengan penerima bansos yang masuk dalam program Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy saat menyampaikan pemaparan secara daring, Rabu (17/6/2020).

"Masih banyak nomor induk kependudukan yang masih belum sinkron. Masih ada sekitar 20 juta nama yang belum sinkron dengan nomor induk kepegawaian," kata Muhadjir.

Muhadjir juga mengatakan, data yang tidak sinkron akan disempurnakan. Mereka akan menyempurnakan DTKS untuk penerima sesuai data kependudukan.

DTKS merupakan program bantuan dari Kementerian Sosial kepada warga miskin yang sudah masuk dalam program pemerintah.

Dalam praktiknya, Muhadjir mengatakan ada temuan data yang error atau tak dapat diakses. Ia mencontohkan, warga miskin yang belum menerima bansos, juga ada penerima yang tak masuk lagi sebagai kategori penerima.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan mendukung langkah penyempurnaan data.

Saat ini, Tito mengklaim 99 persen data penduduk Indonesia sudah terekam di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri.

"99 persen WNI itu sudah terekam dalam database dukcapil. Kecuali beberapa daerah di daerah pegunungan di Papua. Database ini dijadikan data untuk menyempurnakan atau validasi data terpadu DTKS," kata Tito dalam konferensi pers secara daring, Rabu.

Tito mengakui, verifikasi data juga tidak dalam DTKS, tetapi juga program kartu prakerja dan penyaluran bansos daerah. Oleh karena itu, langkah penyelesaian data adalah dengan mengajak daerah turut serta untuk memvalidasi ulang data mulai dari tingkat desa.

"Kami minta rekan-rekan kepala daerah untuk melaksanakan validasi data. Ini persoalan karena data yang ada di tingkat pusat ini berlaku secara bottom up," kata Tito.

"Jadi data yang berasal dari bawah, dari desa ke kelurahan, naik ke kecamatan, naik ke tingkat 2 kabupaten kota provinsi baru naik ke tingkat pusat," tutur Tito.

Tito memahami proses penyempurnaan data bisa lambat atau cepat. Namun, kecepatan juga harus diikuti dengan keakuratan data sehingga tepat sasaran.

Verifikasi data juga menjadi penuh tantangan karena ada sekitar 548 pemerintah daerah kabupaten kota, 6.000 kecamatan dan 70 ribu desa yang perlu diverifikasi untuk masuk DTKS. Oleh karena itu, peran kepala daerah penting dalam penyempurnaan data.

"Kami sampaikan kepada teman-teman kepala daerah untuk bisa sinkronkan. Kepala daerah memiliki kewenangan diskresi untuk sinkronkan data-data, memvalidasi data dengan cepat, mengirimkan data, setelah itu mensinkronkan semua skema yang masuk ke daerahnya masing-masing, baik dari pusat, provinsi, maupun kabupaten kota dan desa," jelas Tito.

Baca juga artikel terkait BANSOS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali