Menuju konten utama

Amandemen UUD 1945, Formappi: Rentan Transaksi Politik

Jika MPR menjadi lembaga tertinggi negara, maka dikhawatirkan akan sesuka hati menekan Presiden dalam berbagai program pembangunan lainnya.

Amandemen UUD 1945, Formappi: Rentan Transaksi Politik
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Lucius Karus memberikan kerterangan pers di Kantor FORMAPPI, di Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2018). tirto.id/Ahsan Ridhoi

tirto.id - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyoroti sejumlah hasil keputusan PDIP dalam Kongres V PDIP di Bali pekan lalu.

Di antara terkait rencana amandemen UUD 1945 terbatas untuk mengembalilan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan menetapkan kembali MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara.

Pada usulan tersebut, PDIP akan berkomunikasi dengan sejumlah partai koalisi Jokowi-Ma'ruf dan partai pengusung Prabowo-Sandiaga.

Lucius menilai, diadakannya komunikasi PDI-P dengan sejumlah parpol tersebut untuk mengamandemen terbatas UUD 1945 rentan terhadap transaksi politik kepentingan daripada memperkuat sistem kelembagaan demokrasi.

Sebab, kata dia, akan ada transaksi politik yang dilakukan oleh PDIP bersama sejumlah partai lainnya agar dapat melangsungkan terbatas UUD 1945 itu.

"Amandemen ini dimanfaatkan sebagai alat transaksi untuk mendapatkan kursi pimpinan MPR. Saya kira ini menjadi aksi politik yang tak layak didukung. Bayangkan parpol menengah yang juga ngebet mau dapat kursi pimpinan terpaksa menyetujui ide amandemen ini," ujar dia, kepada Tirto, Senin (12/8/2019).

Menurut dia, amandemen hanya sekadar untuk nafsu politik sepihak dan akan mengancam tatanan ketatanegaraan yang sudah disepakati pada amandemen sebelumnya dan yang sudah berjalan selama ini.

Selain itu, jika MPR menjadi lembaga tertinggi negara, maka dikhawatirkan akan sesuka hati menekan Presiden dalam berbagai program pembangunan lainnya.

Apalagi menurutnya, MPR yang anggotanya terdiri atas DPR RI, DPRD dan DPD dikuasai oleh parpol yang pragmatis. Hal ini, kata dia, akan membuat mereka bertindak sesuai kepentingan sepihak dan mengelola negara untuk mengamankan kepentingan.

"Saya kira masih sulit untuk percaya pada parpol-parpol ini. Mereka harus membereskan diri sendiri dulu sebelum minta ruang kekuasaan yang lebih besar lagi," ujar dia.

Apalagi, lanjut dia, belum ada studi untuk menganalisa apa dampak yang terjadi jika UUD diamandemen.

"Saya kira paling bijak bagi PDIP untuk terlebih dahulu melakukan kajian dan memberitahukan hasil kajian ke publik. Jangan hanya karena jadi pemenang lalu sesuka hati bermanuver untuk sesuatu yang tak ada jaminan kesuksesannya," ucap dia.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah mengatakan, sah-sah saja jika terdapat komponen masyarakat yang menilai PDIP mengajak sejumlah parpol.

Termasuk yang pernah tergabung dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur melakukan transaksi politik untuk mengamandemen UUD 1945.

Tetapi, kata dia, akan lebih baik jika maksud yang digagas kembali oleh partai berlambang banteng itu dimaknai secara baik dan komprehensif.

"Kita menghargai apapun pandangan dari masyarakat, ini kan bagian dari sistem demokrasi kita," ujarnya kepada Tirto, Senin (12/8/2019).

Baca juga artikel terkait AMANDEMEN UUD 1945 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali