tirto.id - Kepresidenan Aljazair sudah mengumumkan kalau mereka menutup wilayah udara untuk semua pesawat Maroko. Hal itu terjadi setelah adanya perselisihan terbaru antara dua negara.
Seperti diwartakan Aljazeera, kebijakan itu diumumkan pada Rabu (22/9) waktu setempat setelah pertemuan Dewan Keamanan Tinggi yang dipimpin oleh Presiden Aljair Abdelmadjid Tebboune.
Menurut pernyataan itu, penutupan wilayah udara itu langsung berpengaruh terhadap semua pesawat sipil dan militer serta yang terdaftar di Maroko. Keputusan itu datang setelah mereka menuding adanya "provokasi yang terus berlanjut dan praktik permusuhan di pihak Maroko."
Kendati demikian, sampai saat ini belum ada reaksi langsung dari Maroko. Sebuah sumber di Royal Air Maroc (RAM) menyatakan kepada Reuters, langkah itu hanya mempengaruhi 15 penerbangan mingguan yang menghubungkan antara Maroko dengan Tunisia, Turki dan Mesir.
Namun, sumber yang meminta tidak disebutkan itu menggambarkan dampak itu tidak terlalu signifikan sebab penerbangan relevan masih bisa dialihkan lewat Mediterania.
Putusnya Hubungan Diplomatik Maroko dan Aljazair
Pada 24 Agustus lalu, Aljazair memutuskan hubungan diplomatk dengan Maroko sembari menuding "tindakan bermusuhan" setelah berbulan-bulan meningkatnya ketegangan antara dua negara.
Hal ini tidak lain berkaitan dengan komentar utusan Maroko untuk PBB bernama Omar Hilal di wilayah Kabylie di Aljazair, terlebih setelah utusan itu menarik kawasan ke dalam perselisihan yang sudah terjadi puluhan tahun terkait Sahara Barat, yang diklaim Maroko serta Front Polisario yang didukung Aljazair.
Dalam pertemuan Gerakan Non-Blok, Omar Hilal menyerukan tentang "hak menentukan nasib sendiri bagi orang-orang yang tinggal di wilayah Kabylie" mengacu pada minoritas berbahasa Tamazight di Aljazair.
Sejak awal 1990-an, perbatasan antara Aljazair dan Maroko telah ditutup karena alasan keamanan, ini memperparah gerakan antara Aljazair dan Rabat yang hubungannya memburuk karena konflik.
Sementara itu, Times Now News melaporkan, lebih dari 100 intelektual mengeluarkan "panggilan untuk alasan" ke Aljazair dan Maroko terkait dengan perpecahan diplomatik. Mayoritas ahli tidak melihat adanya risiko pertikaian militer, tetapi mereka tetap resah atas dampak pola destruktif yang telah menentukan arah hubungan antara Rabat dan Aljir.
Namun demikian, keretakan itu tidak hanya merugikan kepentingan antara Maroko dan Aljazair tetapi juga diprediksi akan berdampak di seluruh Afrika Utara, di mana negara-negara menghadapi ketidakstabilan, ancaman ekstremisme dan perjuangan untuk mereformasi ekonomi.
Editor: Iswara N Raditya