Menuju konten utama

Kenapa Negara Maroko Mayoritas Pemeluk Agama Islam?

Kenapa negara Maroko mayoritas penduduknya memeluk agama Islam? Simak pembahasan dan sejarah negara Islam yang terletak benua Afrika ini.

Kenapa Negara Maroko Mayoritas Pemeluk Agama Islam?
Pemain Timnas Maroko, Achraf Hakimi, bersama ibundanya. instagram/achrafhakimi

tirto.id - Jumlah penduduk muslim di Maroko nyaris mencapai sebesar 99 persen. Bagaimana kisah pemeluk agama Islam menjadi mayoritas di negara Afrika itu?

Maroko adalah sebuah negara yang terletak di bagian barat Afrika Utara. Nama resminya Kerajaan Maroko atau Kingdom of Morocco alias Al-Mamlakah al-Maghribiyah.

Luas Maroko sekitar 712.550 km2 dengan ibu kota di Rabat. Wilayah menghadap ke Laut Mediterania di utara dan Samudra Atlantik di barat. Mereka juga berbatasan dengan Aljazair di timur dan Sahara Barat (Sahara Maroko) di selatan.

Islam menjadi agama resmi sekaligus mendominasi. Selain biasa memakai bahasa Arab, warga di sana juga menggunakan bahasa berber dengan dialek campuran Arab dan Perancis.

Bagaimana Sejarah Islam di Maroko?

Islam mulai masuk ke Maroko sejak zaman dinasti Amawiyah. Azhar Nur dalam "Sejarah Islam di Maroko" menuliskan ekspansi besar-besaran dimulai pada masa khalifah keenam dinasti Umayyah, yakni al-Walid I bin Abdul Malik (705-715).

Musa bin Nusair bersama panglima Tariq bin Ziyad membutuhkan waktu 53 tahun untuk menguasai Afrika Utara dan menjadikan Maroko sebagai kerajaan monarki.

Setelah berakhirnya dinasti Umayyah, wilayah ini jatuh ke tangan dinasti Abbasiyah. Idris bin Abdullah, keturunan Ali bin Abi Thalib, lalu membentuk kerajaan Idrisid pada tahun 789M dan menjadi dinasti Syiah pertama di Maroko.

Dinasti Fatimah merebut kekuasaan dari Yahya IV pada tahun 974 M. Mereka memimpin hingga 1171 M dan melahirkan sejumlah penguasa, seperti Ubaidillah al-Mahdi (909-934) dan al-Adid (1160-1171 M).

Peralihan kekuasaan lalu jatuh ke tangan Dinasti al-Murabitun yang mencakup gurun sahara Afrika Barat Laut dan Spanyol.

Selama berkuasanya Dinasti al-Murabitun, mereka pernah mengirim 100 kapal, 7.000 tentara berkuda, dan 20.000 pasukan untuk menyerang pasukan Kristen Spanyol atas permintaan Raja Sevilla, Mu’tamid bin Ibad, hingga terjadi perang Zallaka pada 23 Oktober 1086.

Pasca kejatuhan al-Murabitun, Maroko menjadi kepunyaan dinasti al-Muwahhidun (1121-1269). Pada masa Abu Ya’kub Yusuf bin Abdul Mu’min (1163-1184M), Kota Marrakech termasuk pusat peradaban Islam.

Mereka juga turut membantu Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi dalam perang Salib melawan pasukan Kristen.

Wilayah ini kemudian silih berganti dikuasai dinasti Marrin (abad ke-13-14), dinasti Wattasi (1420-1554 M), Syafiyyah Alawiyah (1666 M), Abdul Qadir al- Jazairy (1844 M), dan masa Sultan Hassan I (1873-1894 M).

Selama masa Protektorat Prancis, kekuatan monarki mencapai titik terendah. Raja Mohammed V hanya boleh menggunakan pengaruh di bidang agama saja.

Mulai tahun 1953, dalam catatan Hudson.org, Gubernur Prancis di Maroko ingin agar gelar kerajaan dibatasi dan membuat Raja Mohammed V mengasingkan diri hingga turun tahta menjadi rakyat biasa: Mohammed Ben Aarafa.

Namun, dewan ulama Maroko menilai penerusnya tidak sah dan mengembalikan Mohammed V ke takhta lagi pada tahun 1955. Maroko lalu memperoleh kemerdekaan dari Perancis pada 1956 dan tetap memakai kekuatan monarki untuk mengatur semua wilayahnya.

Mereka lantas menggabungkan budaya monarki dalam bentuk politik Islam itu dengan nasionalisme Arab dan Salafisme pasca mengalami masa kolonial.

Mulai tahun 1961, Raja Hassan II mengambil alih tahta dari ayahnya, Mohammed V. Mereka sempat mengalami konflik dengan Aljazair dan Front Polisario di Sahara Barat, hingga membuat pergolakan di internal yang penuh kekerasan dan berbagai upaya percobaan membunuh sang raja.

Saat ini, Maroko diperintah Raja Mohammed VI. Ia naik tahta pada 23 Juli 1999 pasca kematian ayahnya, Raja Hassan II. Mohammed VI dikenal lebih modern dan tetap mempertahankan ajaran Islam.

Baca juga artikel terkait MAROKO atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Beni Jo
Penulis: Beni Jo
Editor: Dhita Koesno