tirto.id - Mahasiswa, alumni, dan organisasi di Universitas Indonesia (UI) yang tergabung dalam Mahasiswa Mendadak Kebingungan (MMK) mengeluarkan petisi kebebasan akademik.
Petisi merespons pernyataan pihak rektorat UI berkaitan diskusi 'rasisme di Papua' yang dikesankan liar tanpa izin. Padahal seharusnya, sebuah diskusi tidak selayaknya didefinisikan oleh persoalan prosedural, melainkan substansi.
"Ini juga kemudian mencerminkan pergeseran otoritas akademis dari persoalan keilmuan dan perdebatan ke arah persoalan keamanan, neoliberalisasi, dan sekuritisasi. Dalam situasi seperti itu, ilmu tidak lagi mampu berkembang," kata lembaga bentukan MMK dalam keterangan tertulis, Selasa (9/6/2020).
MMK menilai universitas seharusnya menjadi pelindung bagi kebebasan akademik. Namun, kampus memberangus kebebasan akademik dengan dalih tertentu hanya karena takut terhadap intervensi kekuasaan.
Mereka juga mengkritik sikap UI yang terkesan ingin menutup kemungkinan eksplorasi akademis dengan dalil-dalil otoritas tanpa penjelasan yang kuat.
Dalam catatan MMK, pengekangan di UI tak hanya menimpa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kampus di Depok ini, juga dalam sejumlah diskusi dan pemutaran film yang pernah dibubarkan secara paksa maupun secara halus di dalam lingkungan kampus Universitas Indonesia.
"Atas dasar itu serta surat lampiran dalam petisi ini, kami meminta agar UI mampu dan mau memeriksa kembali asumsi-asumsi keilmuannya, beban ideologis, dan tidak lupa menguatkan komitmen intelektualnya," kata MMK.
Kami juga mendukung penuh proses-proses yang berkaitan dengan demokratisasi pengetahuan, yang selama ini lebih sering absen dalam praktik keilmuan di lingkungan UI," lanjutnya.
Hingga Selasa sore, setidaknya ada 25 penandatangan petisi meliputi mahasiswa dan alumni, serta dua lembaga yaitu pers mahasiswa Badan Otonom FISIPERS UI dan Serikat Mahasiswa Progresif UI.
Sebelumnya, rektorat UI menanggapi diskusi daring berjudul #PapuanLivesMatter Rasisme Hukum di Papua, pada Sabtu (6/6/2020) malam.
Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa UI (BEM UI), dengan mengundang pengacara hak asasi manusia Veronica Koman, pengacara asal Papua Gustaf Kawer, dan seorang mantan tahanan politik Papua. Diskusi dimoderatori langsung oleh Ketua BEM UI Fajar Adi Nugroho.
Pihak kampus menilai, diskusi tersebut mengundang pembicara yang tidak layak dan menyalahi tata cara aturan. Direktur Kemahasiswaan UI juga mengaku akan lepas tangan jika ada konsekuensi hukum terjadi terkait diskusi itu.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Zakki Amali