tirto.id - Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) mengecam berbagai aksi pengadangan yang dilakukan aparat kepolisian dan TNI terhadap massa buruh yang hendak berdemo di depan Gedung MPR/DPR pada Jumat (16/8/2019).
"Menyuarakan pendapat di muka umum merupakan hal yang dijamin oleh negara yang demokratis. Pengadangan terhadap aksi serikat buruh telah mencederai amanat demokrasi," kata Ketua Umum Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif (Sindikasi) Ellena Ekarahendy lewat keterangan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (16/3/2019)
Pengadangan terjadi di Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Jakarta Utara.
Di Koja, Jakarta Utara polisi mengadang mobil komando milik Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) yang hendak keluar sekretariat dengan menggunakan mobil sampah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sementara itu, massa Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) juga mengalami nasib serupa. Mereka dihalangi aparat kepolisian saat hendak bergerak dari sekretariat mereka di Batuceper, Tangerang.
Sementara itu, aparat TNI pun dilibatkan dalam pengadangan di Bitung, Kabupaten Tangerang. Para aparat menyetop iring-iringan motor buruh dan memaksa mereka membubarkan diri.
Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah mengatakan, massa buruh telah menyampaikan pemberitahuan akan adanya aksi demo kepada aparat kepolisian. Hanya saja, polisi tak mengirim surat tanda terima pemberitahuan.
Sebelumnya, sejumlah Polres juga telah menyampaikan permintaan pembatalan aksi. Tetapi, alasan permintaan itu dinilai tidak jelas.
"Mereka tidak punya alasan kecuali untuk bagaimana mengamankan situasi di DPR. Kita sudah menyampaikan kepada kepolisian bahwa kita menyampaikan hak kita sesuai peraturan kita untuk menyampaikan pendapat di tempat umum dan kita tidak akan berbuat rusuh dan menghalang-halangi semua tamu yang ada di DPR," kata Ilhamsyah lewat keterangan tertulisnya.
Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih menilai, tindakan kepolisian sebagai tindakan yang tidak demokratis. Karenanya ia menuntut pemerintah dan kepolisian untuk menghentikan pembungkaman tersebut.
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno