tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan belum menandatangani Undang-Undang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (UU MD3) yang telah disahkan DPR pada sidang paripurna Senin (12/2/2018) lalu. Presiden menjelaskan, hingga saat ini, draf UU tersebut sudah berada di mejanya namun belum ditandatangani.
“Saya memahami keresahan-keresahan yang ada di masyarakat. Banyak yang mengatakan ini hukum dan etika kok dicampur aduk. Ada yang mengatakan politik sama hukum kok ada campur aduk,” kata Presiden Jokowi usai menghadiri Dzikir Kebangsaan dan Rapat Kerja Nasional I Majelis Dzikir Hubbul Wathon di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (21/2/2018) malam.
Namun Presiden menyadari bahwa meskipun dirinya tidak menandatangani draf UU tersebut, UU MD3 tetap akan berlaku. Meski begitu, Presiden menegaskan, ia tidak ingin terjadi adanya penurunan kualitas dalam demokrasi. “Saya kira kita semuanya tidak ingin ada penurunan kualitas demokrasi kita,” ucapnya, seperti diwartakan Sekretariat Kabinet.
Soal desakan dari beberapa pihak agar Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Presiden Jokowi mengaku masih belum memutuskan.
“Saya kira tidak sampai ke sana, yang tidak setuju silakan berbondong-bondong ke MK untuk judicial review,” kata Jokowi.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Nasdem pada Rabu (212/2/2018) kemarin, meminta Presiden menerbitkan Perppu untuk membatalkan hasil revisi UU MD3 yang telah disahkan oleh DPR.
Sekjen PPP Arsul Sani berpendapat, Perppu adalah satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh presiden untuk menghentikan pemberlakuan hasil revisi UU MD3. Sebab, pasal 20 ayat 5 UUD 1945 menyatakan RUU yang telah disetujui oleh DPR dan pemerintah akan tetap berlaku setelah 30 hari usai pengesahan, meskipun tanpa tanda tangan presiden.
"Kalau uji materi di MK kan prosesnya akan cukup lama," kata Arsul.
Sekjen Nasdem, Johnny G Plate juga menilai adanya pasal-pasal kontroversial di hasil revisi UU MD3 sudah memenuhi syarat kegentingan memaksa sehingga Presiden Jokowi perlu menerbitkan Perppu.
"Itu pasal rakyat contempt of parlianment (menghina parlemen) kan menyandera rakyat. Kurang genting apa lagi? Rakyat tidak bisa mengkritik DPR," kata Johnny.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra