tirto.id - Pemegang polis PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha (WAL) secara resmi mengajukan tuntutan class action (CA) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/7/2020). Gugatan ini dilakukan usai upaya praperadilan yang ditempuh para pemegang polis atau nasabah dinyatakan gugur oleh PN Jaksel karena pokok perkara telah digelar di PN Jakarta Pusat yang menyidangkan perkara tindak pidana korupsi Asuransi Jiwasraya.
Pemicu upaya hukum yang dilakukan baik WanaArtha maupun para nasabah karena telah terjadi perbuatan melawan hukum (PMH) atas pemblokiran dan penyitaan efek rekening WanaArtha oleh Kejaksaan Agung pada Januari 2020 yang berakibat gagal bayar kewajiban perusahaan asuransi yang telah berdiri sejak 1974 ini kepada nasabah. Hingga saat ini rekening WanaArtha masih disita oleh Kejagung.
“Kami mengupayakan class action setelah praperadilan WanaArtha digugurkan oleh PN Jaksel yang ironisnya majelis hakim belum memeriksa substansi praperadilan dan bukti-bukti serta keterangan saksi fakta maupun ahli yang diajukan dipersidangan praperadilan atas penyitaan akibat perbuatan melawan hukum oleh Kejagung yang dilakukan tidak sesuai dengan KUHAP dan UU Pasar Modal mengenai penyitaan rekening efek,” kata perwakilan pemegang polis WanaArtha, Wahjudi didampingi puluhan nasabah yang memberi dukungan moral kepada Kuasa Hukum Pemegang Polis di PN Jaksel, Kamis (23/7/2020).
Wahjudi sebagai nasabah WanaArtha selama 26 tahun menegaskan penyitaan terhadap rekening efek WAL merupakan tindakan semena-mena dan bertentangan dengan hukum karena penyitaan itu adalah murni investasi atau premi yang dibayarkan oleh para nasabah yang jamak menggantungkan nasib dan penghidupan dari investasi yang dipercayakan kepada WanaArtha.
“Jujur saya tidak paham akar permasalahan hingga uang kami disita. Sebagai orang awam tentang hukum, mengapa otoritas negara di bidang hukum dan keuangan yang harusnya melindungi hak-hak asasi nasabah, justru telah memblokir dan menyita rekening efek WanaArtha yang di dalamnya sejatinya adalah dana kelolaan PP tanpa prosedur pemeriksaan yang mendalam terhadap adanya dugaan kuat terhadap tipikor? Dimulai dengan blokir seluruhnya, lalu disita sebagian, dan pada kesempatan lain disita seluruhnya. Bukankah seharusnya yang disita adalah aliran dana yang diduga terlibat dalam tindak kejahatan saja? Tapi mengapa dana kelolaan PP semua ikut tersita,” kata dia.
Salah satu nasabah WanaArtha dari Surabaya, Yanto (43 tahun) mengaku sangat tersiksa akibat penyitaan ini. “Saya harus menanggung 5 jiwa. Saya, istri, dua anak masih balita dan dua orang tua,” kata Yanto.
Ia menambahkan “Ditambah ibu sakit sesak nafas sejak 2013. Sekarang bagaimana bisa beli obat yang dibutuhkan cukup mahal dan harus juga menyediakan oksigen 24 jam,” kata Yanto.
Yanto berkata, sudah 4 bulan ia tidak mendapat nilai manfaat tiap bulan dari WanaArtha. Ia mengaku tidak tahan kalau harus utang untuk menutupi biaya hidup.
“Jadi tolong majelis hakim bisa terbuka nurani dan hati serta berpihak adil kepada kami untuk mengabulkan pembukaan sita karena dana itu adalah murni uang kami. Kalau pembukaan sita tidak dikabulkan maka membuat keluarga semakin menderita dan mempercepat serumah harus mati,” kata Yanto.
Meski harus menerima kenyataan pahit, seluruh pemegang polis, kata Wahjudi, berharap tindakan ini hanya langkah antisipatif otoritas saja agar barang bukti tidak raib atau "menguap" dan setelah class action ini mudah-mudahan sita bisa diangkat dan pemegang polis mendapatkan haknya kembali.
Sebab, kata dia, sebagian besar nasabah ini sangat bergantung pada manfaat imbal hasil dari investasi di WanaArtha untuk kebutuhan berobat, sekolah, biaya hidup sehari-hari, usaha kecil bahkan membayar utang untuk menutup tuntutan hidup karena terimbas Covid-19.
Pemegang Polis sebagai Penggugat telah memberi Kuasa Hukum kepada Firma Hukum yang digawangi Cornelius Jauhari,SH.,MH, GunawanTjahjadi, SH dan Ester I.Jusuf, SH.M.Si
Setidaknya ada 15 orang pemegang polis WanaArtha yang mengajukan gugatan class action. Mereka adalah pemegang produk WAL Invest, Wana Multi Protector dan Asuransi Wana Saving Plus.
“Bahwa 15 orang penggugat ini selain bertindak mewakili dirinya sendiri juga sekaligus bertindak mewakili ribuan orang pemegang polis WanaArtha yang dirugikan sebagai akibat penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung,” kata salah satu kuasa hukum, Ester I. Jusuf.
Dalam materi gugatan yang dimohonkan ke PN Jaksel, para nasabah WanaArtha menggugat tiga pihak yang merupakan institusi negara di bidang keuangan dan hukum. Institusi tersebut adalah Kejaksaan Agung sebagai tergugat pertama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai tergugat kedua, dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai tergugat ketiga.
Selain ketiga pihak tergugat tersebut, kata Ester, pemegang polis WAL juga mengikutsertakan 11 bank kustodian dan WAL sebagai pihak yang turut tergugat.
Dia menyebut Kejaksaan Agung tidak pernah memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada WanaArtha sebagai pemilik rekening efek dan reksadana yang disita sehingga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum terhadap pasal 42 ayat 1 KUHAP.
“Hal yang juga penting adalah WanaArtha tidak pernah menjadi tersangka atau terdakwa tindak pidana apa pun, sehingga tidak mungkin bagi Wana Artha untuk melarikan diri ataupun memusnahkan barang bukti,” kata pengacara penerima Yap Thiam Hien Award sebagai pejuang HAM ini.
Ester juga membantah rekening efek maupun reksadana yang saat ini disita memiliki keterkaitan dengan kasus PT Jiwasraya yang proses hukumnya sedang berjalan.
“Rekening yang disita Kejaksaan Agung dikelola oleh WanaArtha bukan dimiliki, diperoleh, ataupun karena hasil dari tindak pidana korupsi Jiwasraya. Bahkan dalam surat dakwaan para terdakwa atas kasus Jiwasraya, tidak ada satupun fakta yang menjelaskan rekening reksadana maupun efek ini milik para terdakwa,” kata Ester.
Terkait gugatan yang diajukan kepada OJK, dia memandang otoritas keuangan ini lalai dalam menjalankan tugasnya seperti yang tercantum dalam Pasal 4 huruf A UU No. 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
“OJK tidak pernah sekalipun memberikan surat atas pemblokiran yang dilakukannya terhadap rekening efek dan reksadana milik WanaArtha,” kata dia.
Selain itu, KSEI juga dipandang lalai dalam menjalankan tugasnya sesuai yang tercantum dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 jo Pasal 5 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016. Padahal investasi yang dilakukan oleh WanaArtha tidak termasuk dalam katagori yang dilarang ataupun melawan hukum.
WanaArtha Life Dukung Langkah Nasabah
Sementara itu, Dirut WanaArtha Life Janes Y. Matulatuwa mengungkapkan perusahaan tetap menghormati langkah class action yang dilakukan oleh para pemegang polis karena itu adalah hak yang dilindungi UU.
“Class action yang dilakukan oleh para pemegang polis adalah hak hukum mereka. Kami menghormati dan menyerahkan ini kepada proses hukum yang sedang berjalan,” ujar Janes.
Head of Corporate Marketing Communication WanaArtha Life, Mahal M Rivero menyampaikan, pihaknya juga merupakan pihak yang dirugikan setelah korporasi tidak bisa melakukan tindakan apapun usai penyitaan aset oleh Kejaksaan.
“Kendalanya kan memang dananya kita disita sama Kejaksaan jadi otomatis dana nasabahnya tak bisa. Kami termasuk korban juga termasuk pihak yang dirugikan," kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (28/7/2020).
Ia mengatakan, perusahaan saat ini juga tengah berupaya mencari jalan keluar agar para nasabah pemegang polis bisa kembali memperoleh hak-haknya.
"Kami terus berusaha dan memperjuangkan yang menjadi hak perusahaan dan juga nasabah kami dengan Upaya Hukum Praperadilan di PN Jaksel April lalu dan kami juga sudah mengajukan Surat Keberatan dan permohonan perlindungan hukum yang ditujukan kepada Ketua PN Jaksel Juni kemarin," kata dia.
===============
Naskah ini mengalami perbaikan konteks dan judul per 13.43 WIB. Sebelumnya artikel ini berjudul "Buntut Kasus Jiwasraya, Pemegang Polis Gugat WanaArtha Life." Redaksi perbaiki konteks karena yang digugat oleh nasabah adalah Kejagung, OJK, dan KSEI, bukan WanaArtha Life.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz