Menuju konten utama

Alasan di Balik Larangan Deklarasi #2019GantiPresiden di Bandung

MUI Jabar tidak sedang melarang aktivitas politik tertentu. MUI khawatir deklarasi ini jadi ricuh karena ada isu politisasi agama.

Alasan di Balik Larangan Deklarasi #2019GantiPresiden di Bandung
Massa pendukung tanda pagar #2019GantiPresiden menghadiri deklarasi akbar gerakan #2019GantiPresideni di kawasan Silang Monas, Jakarta, Minggu (6/5/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Barat memberi imbauan kepada panitia untuk tidak menggelar acara deklarasi #2019GantiPresiden yang rencananya digelar di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, 11 Agustus mendatang. Imbauan itu disampaikan langsung Ketua MUI Jabar Rahmat Syafe’i.

Saat dihubungi Tirto, Rahmat menjelaskan imbauan itu disampaikan karena pelaksanaan deklarasi bertepatan dengan pembukaan Asian Games 2018.

“Waktunya mula-mula tanggal 11 Agustus, kemudian pindah tanggal 18 Agustus. Nah 18 Agustus itu pas pembukaan [Asian Games]. Makanya diimbau itu [untuk tidak digelar],” kata Rahmat kepada Tirto, Kamis (2/8/2018).

Selain alasan itu, Rahmat menjelaskan MUI Jawa Barat mencoba meredam konflik horizontal lantaran perbedaan pilihan politik menjelang Pemilu Presiden 2019. Perbedaan pandangan ini dianggap Rahmat bisa memicu kericuhan.

“Kami imbau supaya tidak saling terpecah. Sudahlah deklarasi itu jangan mengatasnamakan agama. Ini kan ada yang mengatasnamakan agama, membawa ijtima ulama,” kata Rahmat.

Sikap Rahmat dan jajaran pengurus MUI Jabar diapresiasi Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi. Dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto,Zainut mengatakan MUI Pusat mendukung imbauan MUI Jabar karena khawatir gerakan tersebut menimbulkan konflik di tengah panasnya suhu politik saat ini.

Zainut mengatakan, MUI Pusat juga berharap deklarasi serupa tidak dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. “Baik kampanye ganti presiden ataupun kampanye mempertahankan presiden,” ucap Zainut.

Ia menegaskan, sikap seperti ini diambil sebagai sebuah ikhtiar supaya tidak terjadi kerusakan berupa konflik, gesekan, dan ancaman perpecahan bangsa. “Mencegah terjadinya kerusakan dalam agama memang harus didahulukan dari pada untuk membangun kemaslahatan, sebagaimana kaidah fiqih,” kata Zainut.

Selain diimbau untuk tak digelar, acara ini ternyata belum mendapat izin dari Kepolisian. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat AKBP Trunoyudo Wisnu Andiko mengaku tak tahu soal kegiatan tersebut. Ia mengatakan polisi belum mendapat laporan atau pengajuan izin dari penyelenggara acara tersebut.

“[Saya] Belum mendapat pemberitahuannya,” kata Trunoyudo singkat kepada Tirto.

Infografik HL #2019GantiPresiden

Menghindari Politik Agama

Soal imbauan ini, Rahmat menyebut MUI Jabar tidak sedang berposisi melarang aktivitas politik tertentu. Ia mengaku, MUI Jabar menghormati pilihan politik kelompok mana pun. Akan tetapi, Rahmat khawatir deklarasi ini jadi ricuh karena ada isu politisasi agama menjelang pendaftaran calon presiden 2019.

Kekhawatiran ini memang bukan isapan jempol. Kemunculan pertama kali gerakan ini cukup menyita perhatian publik lantaran sempat diwarnai insiden persekusi seorang pendukung Jokowi di arena Car Free Day Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, pada Minggu, 29 April 2018.

Gerakan #2019GantiPresiden merupakan gerakan yang diinisiasi politikus PKS Mardani Ali Sera. Dalam wawancara dengan Tirto, April lalu, Mardani menjelaskan esensi gerakan ini lebih pada sebagai "wake up call" bagi umat Islam di Indonesia. Ia memperingatkan bahwa Pemilu 2019 "sudah di depan mata dan saatnya mencari pemimpin yang lebih baik untuk Indonesia."

Soal isu berbasis agama yang dimainkan gerakan inilah yang sebenarnya menjadi fokus Rahmat. “Jadi saya khawatir terjadi [kericuhan] atas nama agama segala macam,” kata Rahmat.

Situasi ini, kata Rahmat, menjadikan agama sebagai bagian dari politik praktis. Kondisi demikian dinilainya harus dihindari karena berpotensi memecah belah. Ia memahami agama memang mengandung nilai politik, tapi nilai politiknya untuk kebaikan.

“Kalau menurut saya, [gerakan 2019] itu politik praktis. Itu akan [memberi dampak] kepada orang tidak siap untuk bentrok. [Jadi] lebih baik tidak atas nama agama. Sudahlah, atas nama partai saja,” ucap dia.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Politik
Reporter: Mufti Sholih
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Maulida Sri Handayani