tirto.id -
Joko Jumadi yang dihubungi wartawan pada Jumat (16/11/2018), mengatakan, surat penundaan eksekusinya akan diajukan pada Senin (19/11/2018) mendatang.
"Senin besok kita ajukan penundaan," kata Joko Jumadi.
Pengacara yang masih aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Mataram ini menjelaskan, dalam surat pengajuan penundaan eksekusinya turut dilampirkan beberapa alasan yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan jaksa.
"Nuril ingin melihat ulang tahun kedua anaknya yang dirayakan akhir bulan ini. Itu kenapa makanya minta tunda," ujar Joko.
Selain itu, mantan tenaga honorer di SMAN 7 Mataram ini juga turut serta dalam kepanitiaan pemilihan kepala desa tempatnya tinggal, di wilayah Labuapi, Kabupaten Lombok Barat.
"Nuril ingin menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai panitia pilkades di desanya yang serentak dilaksanakan 10 Desember," katanya.
Saat disinggung apakah kliennya telah menerima surat panggilan eksekusi pertama yang dikatakan pihak Kejari Mataram telah dilayangkan pada Rabu (14/11/2018) lalu.
"Belum ada informasinya diterima," kata Joko.
Mahkamah Agung melalui Majelis Kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni pada 26 September 2018 menjatuhkan vonis hukuman kepada Baiq Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam putusannya, Majelis Kasasi Mahkamah Agung menganulir putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Mataram yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 Ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menurut putusan MA, Baiq Nuril telah dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pengadilan Negeri Mataram melalui majelis hakim yang dipimpin Albertus Husada pada 26 Juli 2017 dalam putusannya menyatakan bahwa hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril dengan H Muslim, mantan Kepala SMAN 7 Mataram yang diduga mengandung unsur asusila dinilai tidak memenuhi pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dari fakta persidangan di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan bahwa tidak ditemukan data terkait dengan dugaan kesengajaan dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang bermuatan asusila.
Melainkan yang mendistribusikan hasil rekaman tersebut adalah Imam Mudawin, rekan kerja Baiq Nuril Maknun saat masih menjadi tenaga honorer di SMAN 7 Mataram.
Hal itu disampaikan majelis hakim berdasarkan penilaian hasil pemeriksaan Tim Digital Forensik Subdit IT Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri terhadap barang bukti digital yang disita tim penyidik Kepolisian.
Karena itu, barang bukti digital yang salah satunya adalah hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril Maknun dengan H Muslim dinilai tidak dapat dijadikan dasar bagi penuntut umum dalam menyusun surat dakwaannya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri