tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi kritik yang menyayangkan keputusan Pemprov DKI Jakarta terkait pengambilan alih pengelolaan air di Jakarta.
Menurut Anies, sikap tersebut diambil pemprov setelah menerima masukan yang disampaikan Tim Tata Kelola Air Minum.
“Kami mengikuti rekomendasi yang disusun oleh tim tata kelola. Jadi tim tata kelola ini menyusun studi, serta mengkaji banyak aspek,” kata Anies saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Kritik terhadap keputusan pemerintah provinsi itu disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ).
Menurut KMMSAJ dalam keterangan resminya, semestinya Pemprov DKI Jakarta punya keweangan untuk langsung memutus kontrak saja kemitraan yang terjalin selama ini dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta.
Opsi untuk memutus kontrak itu memang ada dalam pilihan kebijakan yang diberikan Tim Tata Kelola Air Minum. Hanya saja, ternyata opsi yang diambil ialah mengambil alih pengelolaan lewat tindakan perdata.
Anies tak menjawab gambang, saat ditanya ihwal alasan Pemprov DKI Jakarta tidak memutus kontrak beserta sejumlah konsekuensinya.
“Tim tata kelola merekomendasikan untuk mengambil opsi penghentian melalui mekanisme perdata, dan itu yang kami ikuti,” ujar Anies.
Pembahasan mengenai upaya penghentian swastanisasi air di DKI Jakarta memang belum sampai tahap teknisnya.
Ditanya lagi soal detail teknis dari opsi pengambilan alih lewat tindakan perdata, Anies pun melemparkan pertanyaan itu agar dijawab oleh Tim Tata Kelola Air Minum saja.
Dalam jumpa pers yang berlangsung di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (11/2/2019) kemarin, Nila Ardhianie, anggota tim tata kelola sempat menyinggung alasan pemerintah provinsi tidak memutus kontrak Palyja dan Aetra. Nila mengatakan, opsi tersebut bukanlah pilihan yang bijak.
“Kami juga harus memperhatikan iklim bisnis di DKI Jakarta, dan juga di Indonesia,” ucap Nila yang juga Direktur Amrta Institute.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Zakki Amali