tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan rencana menghentikan swastanisasi air di ibu kota bukan semata karena ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang sempat memerintahkan hal itu.
Menurut Anies, rencana tersebut memang merupakan bagian dari program Pemprov DKI Jakarta dan prosesnya bakal mulai direalisasikan pada tahun ini.
“Kemauan kami ini sebetulnya sejalan dengan keputusan MA yang sebelum ada peninjauan kembali,” kata Anies saat jumpa pers di Balai Kota DKI Jakarta pada Senin (11/2/2019) siang.
Sebelumnya, putusan kasasi MA Nomor 31 K/Pdt/2017, meminta Pemprov DKI Jakarta menghentikan swastanisasi air, atau penyerahan pengelolaan air ke swasta. Belakangan, MA malah mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Kementerian Keuangan atas putusan tersebut.
Namun, Pemprov DKI Jakarta memastikan tetap akan mengambil alih pengelolaan air di ibu kota yang selama ini ditangani oleh dua perusahaan mitra PAM Jaya, yakni PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta.
Anies menyatakan realisasi penghentian swastanisasi air di DKI Jakarta dilakukan demi menjalankan perintah konstitusi. Menurut dia, air semestinya dikelola penuh oleh negara dan pemanfaatannya ditujukan bagi kemakmuran masyarakat sebanyak-banyaknya.
Anies sempat menyinggung terkait asal mula pengelolaan air di DKI Jakarta dilakukan PT Palyja dan PT Aetra. Menurut Anies, pengelolaan air oleh dua perusahaan itu didasari perjanjian yang dibuat pada 1997. Namun setelah 20 tahun berlalu, Anies menilai kinerja Palyja dan Aetra tak memuaskan.
“Jadi kami mengambil kembali pendelegasian yang dulu diberikan kepada swasta. Jika saja swasta itu berhasil, lain ceritanya,” ungkap Anies.
Dia enggan berkomentar banyak ihwal putusan MA yang mengabulkan PK yang diajukan Kemenkeu. Menurut Anies, langkah yang diambil Pemprov DKI tidak terpengaruh dengan putusan itu.
Berdasarkan data yang dihimpun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, cakupan layanan air bersih pada awal 1998 mencapai 44,5 persen. Sedangkan pada 2017, realisasinya tercatat hanya 59,4 persen.
Anies mengeluhkan cakupan layanan yang hanya meningkat sebesar 14,9 persen dalam kurun waktu 20 tahun. Padahal, pada akhir 2023, cakupan layanan air bersih di DKI Jakarta ditargetkan mampu berada di angka 82 persen.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom