tirto.id - Aktivitas manusia mungkin telah menjadi penyebab kekeringan dunia sejak awal abad ke-20. Hal itu diungkapkan dalam studi terbaru yang juga memperkirakan bahwa kekeringan yang terkait dengan perubahan iklim akan menjadi jauh lebih buruk di masa depan.
Setiap kekeringan menelan biaya 9,5 miliar dolar AS. Ini adalah bencana cuaca paling mahal kedua, di belakang siklon tropis.
Kekeringan dapat meningkatkan biaya makanan, mengancam air minum, meningkatkan risiko kebakaran hutan, menyebabkan migrasi massal dan bahkan membahayakan kesehatan masyarakat.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature ini menemukan bahwa gas rumah kaca yang dihasilkan oleh pembangkit listrik, pertanian, mobil, kereta api dan aktivitas manusia secara umum telah memengaruhi risiko kekeringan.
Para peneliti menemukan bahwa kekeringan meningkat antara tahun 1900 dan 1949, berkurang antara tahun 1950 dan 1975 dan meningkat lagi sampai sekarang.
Menurut peneliti, setiap periode ini tampaknya sesuai dengan aktivitas manusia. Tren pengeringan pada awal abad ke-20 tampaknya terkait dengan peningkatan emisi gas rumah kaca.
Periode ketika kekeringan lebih sedikit bersamaan dengan peningkatan produksi aerosol. Studi sebelumnya telah menemukan bahwa aerosol dapat mempengaruhi curah hujan dan mengubah tutupan awan, tetapi para ilmuwan memperingatkan bahwa koneksi membutuhkan penelitian lebih lanjut.
"Studi ini adalah yang pertama kali menyoroti bahwa, selain perubahan langsung pada suhu dan curah hujan global dan regional, kekeringan berskala global kini juga diketahui dipengaruhi oleh aktivitas manusia," jelas Paul Durack, penulis penelitian dari Laboratorium Nasional Lawrence Livermore, Australia.
"Ini berpotensi berita buruk bagi Australia, dan wilayah iklim serupa seperti California di AS. Wilayah ini telah mengalami kekeringan yang menghancurkan dan jika model ini memproyeksikan keberlanjutan, kekeringan semacam itu akan menjadi lebih lumrah di masa depan," tambah Durack
Dengan perubahan iklim dan peningkatan modern dalam emisi gas rumah kaca, penulis memperkirakan bumi akan mengalami lebih banyak kekeringan.
"Konsekuensi manusia dari ini, terutama mengering di sebagian besar Amerika Utara dan Eurasia, kemungkinan akan parah. Penelitian ini menambah bukti yang menunjukkan bahwa perubahan iklim, didorong oleh peningkatan emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya, kemungkinan akan meningkatkan frekuensi dan keparahan kekeringan. Tanpa perubahan radikal dalam kebijakan iklim dan pengelolaan air, segalanya hanya akan bertambah buruk," jelas John Quiggin dari University of Queensland yang telah menangani masalah ilmu iklim seperti dilansir CNN.
Editor: Yandri Daniel Damaledo