tirto.id - Kasus prank bingkisan sembako yang berujung pidana dari Ferdian Paleka telah berakhir. Sebab korban memutuskan untuk memaafkan Ferdian.
Ferdian dan dua rekannya, kini telah dibebaskan dari rumah tahanan Polrestabes Bandung. Mereka sudah tak berstatus tersangka lagi. Apa yang mendasari pencabutan laporan?
Saat menempuh jalur hukum, Sania (39) dan tiga transpuan lain korban Ferdian, didampingi oleh berbagai lembaga, salah satunya LBH Bandung. Menurut Reza Rumakat dari LBH Bandung, para korban ingin hidup tenang tanpa ekspose media berlebihan.
Sejak kasus prank jadi sorotan di berbagai media, Sania dkk mengalami situasi sulit. Memilih antara menjalani proses hukum yang panjang atau ketenangan hidup dan bekerja.
Bisa dibilang setidaknya perlu waktu berbulan-bulan dari pemeriksaan polisi hingga putusan pengadilan. Proses itu, kata Reza, amat berat dilalui Sania dkk yang harus memikirkan nasibnya sendiri di tengah pandemi Corona.
“Teman-teman transpuan keberatan dengan over expose. Tak semua sorotan media itu baik bagi korban. Juga tidak semuanya [transpuan] sudah coming out, terbuka dengan jati dirinya,” kata Reza kepada reporter Tirto, kemarin.
Saat kasus Ferdian jadi sorotan, kata Reza, para korban didatangi banyak orang hingga ke tempat kerjanya di sebuah salon. Mereka juga kerap ditanya mengenai kelanjutan proses hukum.
“Mereka tak ingin jadi korban untuk kesekian kali. Makanya pilihannya mencabut laporan. Karena pasalnya delik aduan, setelah laporan dicabut, kasusnya berhenti,” ungkapnya.
Konstruksi Kasus Ferdian Paleka
Ulah Ferdian Paleka yang melukai kelompok minoritas transpuan Bandung, bermula dari konten video Youtube. Judulnya ‘Prank Ngasih Makan ke Banci CBL’ yang mengarah ke sikap antipati.
Video itu, pada 30 April 2020 telah menghilang. Sebab warganet ramai-ramai melaporkan ke Youtube sebagai konten penghinaan.
Sania, korban prank menceritakan kejadiannya. Tiba-tiba saat dini hari di Jalan Ibrahim Adjie Bandung, Ferdian yang tak dikenalnya menghampiri dengan membawa bingkisan. Dengan baju serupa jubah, ia berlagak sebagai 'sinterklas'. Turun dari mobil dan menawarkan bingkisan kepada Sania dan tiga transpuan lainnya.
Kegembiraan Sania dalam sekejap berubah jadi petaka saat membuka isi bingkisan. Dia sakit hati karena isinya taoge busuk dan sampah.
Dalam unggahan video yang telah dihapus, Ferdian sengaja memasukkan sampah dan batu bata ke dalam kardus untuk diberikan kepada korbannya.
Dalih Ferdian menyasar kaum minoritas adalah menambah subcriber ‘pengikut’ di akun Youtube. Memang saat ini jumlahnya bertambah. Saat ramai unggahan, pengikutnya 92.200, kini menjadi 156.000.
Warganet yang bersimpati terhadap para korban, memviralkan rekaman video itu di sosial media. Solidaritas terhadap para korban terus berdatangan.
Akhirnya, satu-persatu rekan Ferdian diciduk kepolisian. Hingga Ferdian juga ditangkap setelah menghindari pencarian polisi selama berhari-hari.
Di dalam sel Mapolrestabes Bandung, Ferdian mengalami perundungan sesama tahanan. Dia tampak sudah pelontos. Beberapa orang yang tak teridentifikasi identitasnya memukulinya dan memasukkan ke tempat sampah.
Tindakan perundungan Ferdian membuat sedih orang tuanya. Dalam satu tayangan berita televisi, orang tua berharap agar anaknya tak dirundung lagi setelah tertangkap. Ia juga meminta maaf.
Perbuatan para tahanan juga dikecam oleh korban.
"Tahanan juga punya hak-hak yang tak boleh dilanggar. Korban ikut geram dengan perundungan Ferdian," kata Reza, pendamping hukum Sania dkk.