tirto.id - Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Erick Tanjung, memandang usulan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, yang meminta Pimpinan maupun Dewan Pengawas (dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 untuk meniadakan sesi wawancara doorstop atau cegat dengan awak media, bentuk intervensi penegak hukum.
Menurut Erick, usulan Habiburokhman itu tak patut dan tepat dilakukan seorang legislator.
"Itu sudah termasuk mengintervensi penegak hukum, pimpinan KPK selaku penegak hukum dalam kasus penindakan kasus korupsi. Nah itu, sudah termasuk intervensi," kata Erick saat dihubungi Tirto, Kamis (21/11/2024).
Ia mengatakan, bila usulan Habiburokhman diamini pimpinan dan dewas KPK, akan berdampak kepada kepentingan publik terutama jurnalis atau media yang melakukan peliputan isu-isu pemberantasan korupsi. Erick mengatakan sesi dorostop merupakan ajang ketika wartawan melakukan konfirmasi ulang atau memperdalam kembali apa yang dibicarakan dalam jumpa pers.
"Itu sudah termasuk menghalangi hak narasumber. Penghalangan narasumber berita dan intervensi itu tentu sudah masuk mengancam kemerdekaan pers," tegas Erick.
Sebelumnya, Habiburokhman mengusulkan agar pimpinan dan dewas KPK meniadakan sesi dorostop. Ia menyarankan jajaran KPK lebih baik menggelar konferensi pers resmi dan memaparkan sesuai dengan agenda tersebut dan tidak menjawab isu lain di luar materi jumpa pers.
Habiburokhman lantas mencontohkan pimpinan maupun dewas KPK yang menghadiri acara diskusi. Kemudian, menyampaikan keterangan yang menimbulkan multitafsir dan berpotensi membuat kegaduhan.
"Kalau perlu menurut saya, level pimpinan dan dewas itu konferensi persnya harus konferensi pers resmi, jangan ada doorstop, pak. Diingatkan juga, karena ini terkait penegakan hukum," kata Habiburokhman saat menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap Calon Dewas KPK, Benny Mamoto, di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2024).
Habiburokhman mengatakan dewas dan pimpinan KPK lebih baik berbicara dengan kebijakan dan tindakan nyata ihwal tugas pokok serta fungsinya. Di sisi lain, ia mengusulkan, pemberian keterangan pers lebih baik diserahkan kepada juru bicara. Dengan catatan, juru bicara tersebut berbicara sesuai konteks yang dibahas, bukan membahas isu lain.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang