tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga menyatakan Indonesia belum akan memasukkan vaksin Pfizer sebagai salah satu vaksin yang dipertimbangkan penggunaannya di Indonesia. Pemerintah pun masih bertahan pada pilihan vaksin yang sudah dipesan dan diuji dalam negeri.
“Jadi Indonesia tentunya salah satu dari berbagai vaksin itu dipertimbangkan, tetapi kami belum memasukkan Pfizer sebagai salah satu. Ini disiapkan untuk menjadi bagian berikutnya karena masih banyak yang dibahas terkait dengan pengadaan vaksin,” ucap Airlangga dalam konferensi pers ASEAN Summit 2020: 19th ASEAN Economic Community (AEC) Council Meeting, Selasa (10/11/2020).
Vaksin Pfizer merupakan salah satu vaksin di dunia yang memiliki kemampuan proteksi hingga 90 persen terhadap COVID-19. Capaian ini melampaui rata-rata kemampuan proteksi vaksin yang sedang diteliti yaitu 50-70 persen.
Melansir The Washington Post, Pfizer menguji vaksinnya pada 44.000 orang. Hasilnya hanya 94 kasus COVID-19 yang ditemukan dari orang yang sebelumnya belum pernah terinfeksi. Director of the National Institute of Allergy and Infectious Diseases Anthony S. Fauci mengatakan, “Hasilnya cukup baik. Maksud saya luar biasa.”
Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan kendati hasilnya menjanjikan, Indonesia memang hampir pasti tak akan menggunakannya. Jika mau, maka perlu investasi dan komitmen membangun fasilitas pendingin yang lebih baik.
Vaksin Pfizer memerlukan penyimpangan minus 70 derajat celcius. Sebaliknya lemari pendingin Indonesia hanya minus 10 derajat celcius.
Alhasil ia yakin pemerintah masih akan lebih memilih menggunakan vaksin Sinovac dan semacamnya yang bisa disimpan pada teknologi lemari pendingin yang sudah dimiliki Indonesia. Itu pun dengan harus menambah lagi karena lemari pendingin di faskes Indonesia umumnya menyimpan vaksin untuk bayi yang tidak bisa digabung.
“Kalau mau pakai vaksin jenis itu harus dibangun dulu,” ucap Pandu kepada reporter Tirto, Selasa (10/11/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz