tirto.id - Kementerian Perindustrian mengusulkan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi impor kakao menjadi nol persen demi memenuhi kebutuhan industri pengolahan kakao dalam negeri.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto beralasan insentif PPN nol persen ini diperlukan lantaran 20 perusahaan pengolahan kakao saat ini sedang kesulitan bahan baku seiring menurunnya produksi kakao di dalam negeri.
“Kami ingin nol kan PPN kakao, selain kapas dan log kayu. PPN tidak dihapus, tetapi tarifnya nol. Ini bisa mendorong daya saing industri. Karena di era free trade ini, negara-negara ASEAN sudah nol tarifnya,” ucap Airlangga, Selasa (17/9/2019).
Airlangga mengaku dirinya akan menyampaikan usulan tersebut kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menurutnya, Kementerian Perindustrian berkepentingan untuk menjaga produktivitas industri pengolahan sekaligus daya saingnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kakao per Januari-Maret 2019 mengalami penurunan 63 persen secara year on year di 2018. Hal ini dianggap menjadi indikasi anjloknya pasokan biji kakao dalam negeri.
Menurut Ketua Umum Golkar ini, pemerintah perlu berupaya menjalin kerjasama bilateral dengan negara pemasok seperti Ghana. Menurut data International Cocoa Organization (ICCO), Indonesia menempati urutan ke-6 sebagai produsen biji kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading, Ghana, Ekuador, Nigeria, dan Kamerun.
“Ini juga akan membantu sektor industri kita, sehingga dari Ghana pun bisa nol juga tarifnya. Kami akan terus koordinasikan dengan Kementerian Perdagangan,” ucap Airlangga.
Selain itu, Airlangga juga meminta para stakeholder lainnya untuk dapat membantu meningkatkan pasokan kakao. Menurutnya, langkah ini perlu diambil agar pasokan kakao dari dalam negeri terjaga, dan bisa dipenuhi dari domestik.
“Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, industri dan petani untuk meningkatkan produksi kakao di dalam negeri,” ucap Airlangga.
Editor: Ringkang Gumiwang