Menuju konten utama

Ahok Divonis 2 Tahun Penjara oleh Majelis Hakim

Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) divonis 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara di aula Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5/2017).

Ahok Divonis 2 Tahun Penjara oleh Majelis Hakim
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kedua kanan) selaku terdakwa kasus penistaan agama tiba untuk menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc/17.

tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun terhadap terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (9/5/2017).

"Menyatakan terdakwa Ir. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan hukuman penjara selama dua tahun penjara," tutur hakim di sidang dugaan penistaan agama di Auditorium Kementan, Jakarta, Selasa (9/5/2017).

Adapun pertimbangan yang memberatkan, menurut Hakim, yakni terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa menciderai umat Islam, dan menimbulkan kegaduhan serta memecah kerukunan di masyarakat.

Selain itu, Hakim juga menyatakan pertimbangan yang meringankan yakni belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama mengikuti proses persidangan.

Dalam berkas putusan setebal 630 halaman tersebut, majelis hakim menilai ucapan Ahok yang menyinggung surat Al-Maidah ayat 51 terbukti memenuhi unsur kesengajaan seperti yang termaktub dalam pasal 156 A KUHP. Vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan Jaksa sebelumnya yakni pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun.

"Pengadilan tidak melihat ada usaha dari terdakwa untuk menghindari penggunaan kata-kata yang merendahkan ayat suci Al-Quran. Bahkan diulangi dengan menyebut dibodohi," kata Hakim.

Ucapan Ahok yang dianggap menodai agama tersebut adalah: "Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu nggak bisa pilih saya, iya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu."

Hakim juga mengatakan "terdakwa seharusnya bisa menghindari simbol keagamaan yang berkonotasi negatif karena hal itu sebenarnya tidak berkaitan dengan program kerja yang disampaikan".

Hakim tidak sependapat dengan pendapat penasihat hukum terdakwa bahwa kasus tersebut berkaitan dengan politik yang terjadi di Jakarta. Pengadilan juga berpendapat bahwa kasus tersebut adalah murni kasus penodaan agama sebab sebagian besar saksi-saksi yang didatangkan bukan orang yang berdomisili di Jakarta.

"Mereka juga bukan orang-orang yang berkecimpung dalam politik atau partai politik. Tapi sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang berkecimpung dalam kegiatan keagamaan," ujarnya.

Terhadap putusan majelis hakim tersebut, Ahok menyatakan akan mengajukan banding saat ditanya oleh majelis hakim.

Sidang pembacaan putusan berlangsung singkat sekitar 2 jam. Sebelumnya, ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto meminta JPU hanya membacakan tuntutan. Adapun berkas dakwaan dan keterangan saksi-saksi tidak dibacakan.

Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut Ahok dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun.

"Maka disimpulkan perbuatan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah secara sah, terbukti, dan meyakinkan telah memenuhi rumusan-rumusan unsur pidana dengan pasal alternatif kedua pasal 156 KUHP," kata Ali Mukartono, Ketua Tim JPU saat membacakan tuntutan tersebut pada Kamis (20/4/2017).

Sebelumnya, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Pasal 156a KUHP menyebutkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Sementara menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri