tirto.id - "Kepemimpinan itu," kata Junior Seau, "harus dibarengi dengan konsistensi."
Sebagai pemain linebacker yang 12 kali masuk dalam tim all star National Football League dan berkali-kali mendapatkan penghargaan pemain terbaik, sekaligus jadi pemimpin dalam tim San Diego Chargers selama 12 tahun, kata-katanya tentu penting. Terutama untuk Ahmad Dhani. Iya, Ahmad Dhani yang dulu pernah dikenal sebagai musisi itu. Sebelum dia masuk dalam kubangan bernama politik. Yang bisa jadi akan menghapus semua pencapaian apiknya selama jadi musisi.
Konsistensi memang penting, bung. Apalagi jika kamu adalah seorang musisi. Jika musisi tak konsisten menghasilkan karya bagus, dia akan ditinggalkan penggemarnya. Apalagi jika kamu gagal konsisten mengaplikasikan lirik yang kamu tulis dengan segala perilaku hidup. Itu akan menghasilkan dua hal: cemoohan dan tertawaan.
Mungkin para penggemar Dewa 19 bertanya-tanya: apakah Ahmad Dhani musisi adalah orang yang sama dengan Ahmad Dhani yang mencalonkan diri jadi Wakil Bupati Bekasi. Sebab, anggap saja dunia ikhlas melepaskan Dhani jadi politisi, tak ada lagi jejak-jejak lirik dalam dirinya. Sama sekali.
Masih ingat album Format Masa Depan? Bisa jadi ini adalah album Dewa 19 yang paling diingat secara visual, sebab sampul depannya bergambar seorang bayi telanjang. Tentu masih banyak lagu cinta di sana. Tapi yang menjulang adalah lagu "Format Masa Depan" yang kemudian dijadikan sebagai judul album.
Di sana, Dhani menulis lirik tajam sekaligus berani. Dia menganggap para orang tua sudah ketinggalan zaman. Sedangkan Dhani, mewakili generasi muda kala itu, "...kaya akan obsesi, mobilitas tinggi, haus reformasi." Mereka juga mengusir halus generasi tua, sembari bilang, "...beri jalan kami, kami hadir bawa inovasi. Jangan rintangi kami lagi."
Tentu saja lirik itu sekarang cukup dikenang sembari meringis saja. Sebab, sebagai calon Wakil Bupati, program Dhani mengawang. Malah Dhani terkesan tak paham apa yang dia omongkan. Dia malah mengurusi hal tak penting seperti kegantengan pemimpin.
"Ternyata antusiasme rakyat Bekasi pada saya cukup besar. Mereka butuh pemimpin ganteng dan keren," katanya suatu ketika di bulan Oktober. Ketika ditanya program kerja, inovasi apa yang akan dibawanya untuk Bekasi, jawaban Dhani hanya, "Pokoknya keren, lihat aja nanti." Dhani ternyata sudah menjadi orang tua yang dia sindir di lagu "Format Masa Depan".
Konsisten bung, konsisten.
Saat Dewa 19 mengalami masa berat, yang kemudian ditandai dengan keluarnya Ari Lasso, Dhani sempat membuat proyek sampingan yang ultra keren: Ahmad Band. Bisa dibilang ini adalah proyek mega bintang. Semua musisi keren berkumpul di band ini. Dhani memegang departemen vokal, gitar, juga keyboard. Partnernya adalah Pay (gitar) yang dikenal sebagai mantan gitaris Slank, Andra (gitar) rekan lamanya di Dewa, Bongky (bass) yang juga dari Slank dan The Flowers, dan Bimo (drum) yang pernah menjadi drummer Netral dan Romeo.
Meski Ahmad Band hanya mengeluarkan satu album; Ideologi, Sikap, Otak, tapi tak ada yang menyangkal kalau album ini amat solid. Ada lagu romansa yang amat bagus, "Aku Cinta Kau dan Dia", "Sudah", hingga "Bidadari di Kesunyian". Tapi yang patut disimak adalah lagu-lagu politik Dhani di album ini. Dari lagu semisal "Distorsi", "Interupsi", juga "Ode Buat Extrimist", terasa betul kalau Dhani muak dengan politik kala itu, pun apatis pada anak mudanya. Ini ditampakkan betul pada lagu "Distorsi".
Maunya selalu memberantas kemiskinan, tapi ada yang selalu kuras uang rakyat. Ada yang sok aksi buka mulut, protas protes. Tapi sayang mulutnya selalu beraroma alkohol. Yang muda mabuk, yang tua korup. Korup terus, mabuk terus. Jayalah negeri ini.
Dengan segala kemuakan terhadap praktik politik lama itu, kita tentu berharap kalaupun Dhani masuk ke dunia politik, dia akan jadi politisi yang benar. Menghindari jadi politisi yang dia sindir di lagu-lagunya. Memang dia belum korup atau nepotis, sebab belum pernah berhasil menjabat apapun selain tukang koar-koar dalam berbagai demonstrasi soal Basuki Tjahaja Purnama.
Saat membentuk kembali Dewa 19 bersama dengan vokalis baru, Once, Dhani tampaknya mulai memasukkan pengaruh literatur Timur Tengah dan sufisme dalam lirik-liriknya. Dalam album Bintang Lima, tampak sekali pengaruh Kahlil Gibran, bahkan beberapa ada yang terang-terangan mengadopsi potongan puisi Kahlil. Begitu pula pengaruh sufisme. Sebenarnya kesukaan Dhani terhadap dunia sufi ini sudah berlangsung sejak lama. Terbukti dia menyematkan nama sufi Al Ghazali, juga Jalaluddin Rumi untuk nama anaknya.
Namun, baru pada Bintang Lima, pengaruh itu ditampakkan terang-terangan. Menelusup pada lirik. Yang paling utama tentu adalah lagu "Laskar Cinta" yang ada dalam album Republik Cinta (2006). Ada dua bagian lagu itu, yang sama-sama mencerminkan pengaruh sufisme. Dhani, di lagu itu, menuliskan betapa berbahayanya kebencian yang dalam.
Karena sesungguhnya iblis ada dan bersemayam di hati yang penuh dengan benci. Di hati yang penuh dengan prasangka.
Sewaktu lagu itu dirilis, banyak orang tahu bahwa liriknya adalah bentuk sindiran Dhani kepada orang-orang yang mengaku paling benar dalam soal agama, namun menyebarkan kebencian dan melakukan kekerasan. Semua berpangkal saat Dewa merilis album Laskar Cinta, dua tahun sebelumnya. Waktu itu Front Pembela Islam mempersoalkan logo album yang memakai kaligrafi Lafdhul Jalalah (Allah SWT). Apalagi setelah logo itu kemudian dijadikan alas di sebuah pertunjukan. FPI menganggap itu adalah bentuk penistaan pada Allah. Dhani kemudian mencari perlindungan kepada Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur, yang saat itu menjadi Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa.
Gus Dur, dengan gayanya yang khas, meminta FPI tak mempersoalkan perihal kecil dan teknis ini. Menurut Gus Dur, hal itu tidaklah prinsipil.
"Habib Rizieq tidak bisa berbicara atas nama umat. Pusing-pusing amat," kata Gus Dur.
Tarik maju 10 tahun kemudian, kita bisa melihat Dhani berada satu forum dengan Habib Rizieq, rukun dan tampak satu pemahaman. Mereka tertawa bersama. Yang menyatukan mereka tentu saja adalah kepentingan. Kita semua tahu apa kepentingan politik mereka.
Yang menyedihkan tentu perbuatan Dhani. Dalam cuitannya di Twitter, dia berkali-kali melontarkan kalimat rasis, yang tentu penuh dengan kebencian. Sama sekali jauh dari apa yang pernah dia kutbahkan di lagu "Laskar Cinta". Sudah tak ada lagi sisa-sisa kalimat "...bukankah kita memang tercipta laki-laki dan wanita dan menjadi suku bangsa yang pasti berbeda. Bukankah kita harus saling mengenal dan menghormati. Bukan untuk saling bercerai berai dan berperang angkat senjata.”
Ke mana konsistensimu, Dhan?
Melihat Dhani sekarang, kita bisa paham bahwa konsistensi adalah hal yang amat sulit dilakukan. Tapi ya sudahlah. Mungkin saja memang konsistensi itu hal yang tak penting, apalagi bagi mereka yang berkecimpung di dunia politik. Toh, mengutip penulis Aldous Huxley: konsistensi itu bertentangan dengan sifat alam, bertentangan dengan hidup. Yang benar-benar bisa konsisten hanyalah orang mati.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti