Menuju konten utama

Ahli Kubu 01: Dugaan Kecurangan TSM Seharusnya Diadukan ke Bawaslu

Ahli Hukum Administrasi Negara, yang diajukan oleh Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf di sidang MK, menilai dugaan pelanggaran TSM seharusnya dilaporkan ke Bawaslu atau disengketakan di PTUN. 

Ahli Kubu 01: Dugaan Kecurangan TSM Seharusnya Diadukan ke Bawaslu
Ahli dari pihak terkait (Jokowi-Ma'ruf), yakni Prof Edward Omar Syarief Hiariej (kiri) dan Dr Heru Widodo (kanan) bersiap memberikan keterangan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.

tirto.id - Ahli yang diajukan Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf di sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Heru Widodo menilai dugaan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) seharusnya dilaporkan pada tahapan proses pemilu.

Ahli Hukum Administrasi Negara tersebut dugaan itu bisa dilaporkan ke lembaga yang berwenang memprosesnya, yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dugaan kecurangan TSM, kata dia, juga bisa disengketakan melalui peradilan Tata Usaha Negara (TUN).

"Pelanggaran TSM diproses pengaduannya dan diputuskan oleh Bawaslu. Apabila peserta dikenai sanksi diskualifikasi karena terbukti melakukan pelanggaran TSM, dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung, setelah KPU menerbitkan keputusan pembatalan sebagai calon," kata Heru saat hadir dalam sidang di Gedung MK, Jakarta pada Jumat (21/6/2019).

Heru menjelaskan, berdasarkan undang-undang dasar, perselisihan hasil pemilu tingkat nasional harus diselesaikan di MK. Sementara perselisihan hasil pilkada diselesaikan di badan peradilan khusus. Namun, karena badan peradilan khusus belum ada, penyelesaiannya masih dilakukan di MK.

Menurut Heru, perumusan ketentuan tersebut bertujuan membangun budaya politik yang dewasa, dengan membatasi wewenang lembaga penegak hukum dan hak peserta pemilu menggugat.

"Tidak semua pembatasan bertentangan dengan UUD, sepanjang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain; dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum," kata Heru.

Heru juga menilai aturan bagi peserta Pemilu agar mengajukan pembatalan atau diskualifikasi bakal calon peserta Pemilu sejak tahap pendaftaran adalah wajar dan adil.

Dia menambahkan pembatasan wewenang penegak hukum untuk mengadili sengketa proses dan hasil pemilu ialah bagian dari upaya mendorong etika serta budaya politik yang dewasa.

"Yaitu dengan cara membuat perumusan norma UU, di mana seseorang yang ikut dalam kontestasi pilpres tidak serta merta menggugat suatu hasil pemilihan ke Mahkamah atas dasar persoalan-persoalan hukum pada tahapan pencalonan, yang seharusnya telah dimohonkan kepada lembaga yang diberi wewenang untuk itu," ujar dia.

Menutup penjelasannya, Heru mengatakan ada sejumlah lembaga yang diberi wewenang oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk menyelesaikan sengketa proses serta hasil pemilu.

Lembaga-lembaga tersebut adalah Bawaslu, DKPP, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan MK.

"Kedudukan lembaga tersebut mempunyai tugas dan fungsi masing-masing dalam penegakan hukum Pemilu. Hal ini yang menjadi pembeda dengan hukum materiil pada pemilu-pemilu sebelumnya," kata Heru.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Addi M Idhom