tirto.id - Sebanyak 11 negara Asia sepakat menandatangani kerja sama transparansi pajak dalam deklarasi Bali. Kerja sama dilakukan untuk memerangi kecurangan dan penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion).
Ketua Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Ajib Hamdani menilai adanya kesepakatan tersebut, maka otomatis otoritas pajak akan memiliki sumber data yang dapat diandalkan. Pada akhirnya, pemerintah diuntungkan dengan hasil penerimaan negara yang terdongkrak.
"Hal ini ke depannya tentu saja akan membuat gerak penghindaran pajak semakin sulit dan diharapkan dapat mendongkrak penerimaan negara," katanya kepada Tirto, Senin (25/7/2022).
Berdasarkan data APBN, realisasi pendapatan negara pada semester I-2022 sudah mencapai Rp1.317,2 triliun. Jumlah itu setara 58,1 persen dari target yang ditetapkan pada Perpres 98/2022 yaitu sebesar Rp2.266,2 triliun.
Sebelumnya, Direktur Riset Center of Reform Economic (CORE), Piter Abdullah mengatakan banyak keuntungan dalam kesepakatan deklarasi Bali. Salah satunya membantu pemerintah meningkatkan penerimaan pajak melalui kerja sama antar negara.
"Dari kesepakatan ini pemerintah bisa mendapatkan informasi terkait wajib pajak yang ada di negara-negara lain," ujarnya kepada Tirto, Jumat (22/7/2022).
Karena kebijakan tersebut bersifat terbatas dan tidak dilakukan semua negara. Dia menilai nantinya masih ada celah untuk mereka yang berniat tidak membayar pajak. Saat ini negara dan yurisdiksi telah melakukan kesepakatan bersama adalah Indonesia, Jepang, India, Singapura, Korea Selatan, Maladewa, Malaysia, Thailand, Makau, Hong Kong, dan Brunei Darussalam.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin