Menuju konten utama
Periksa Data

Ada Tiga Daerah Paling Rawan pada Pilkada 2018

Kalimantan Barat menjadi salah satu daerah dengan kerawanan tertinggi karena kampanye SARA dan hoaks.

Ada Tiga Daerah Paling Rawan pada Pilkada 2018
Infografik Periksa Data Kerawanan Pilkada 2018. tirto.id/Quita

tirto.id - 14 Mei 2018. Jelang akhir debat pemilihan gubernur Jawa Barat yang digelar di Balairung Universitas Indonesia, pasangan calon nomor 3, Sudrajat-Ahmad Syaikhu, membikin gaduh suasana. Keduanya menyisipkan slogan “2019 Ganti Presiden” dalam pernyataan penutup dan membawa alat peraga kampanye (APK) bersifat provokatif ke arena debat.

"Saudara-saudaraku, pilihlah nomor 3, Asyik. Kalau Asyik menang, insya Allah 2019 kita akan mengganti presiden," Kata Sudrajat, seperti dikutip Tirto. Ia didampingi Syaikhu yang membentangkan kaos putih bertuliskan "2018 ASYIK MENANG, 2019 GANTI PRESIDEN."

Sebelumnya, dalam Pilkada di DKI Jakarta tahun lalu, juga ditemukan banyak pelanggaran. Contohnya adalah pasangan Agus-Sylvi diduga melakukan pelanggaran kampanye karena melibatkan anak di bawah usia dan pemasangan APK yang tidak sesuai dengan ketentuan. Sementara itu, pelanggaran kampanye yang diduga dilakukan pasangan Ahok-Djarot adalah berupa penggunaan fasilitas negara dan kegiatan yang tidak memiliki izin kampanye. Pasangan Anies-Sandiaga melakukan dugaan politik uang, keterlibatan anak-anak, dan penggunaan tempat ibadah.

Pelaksanaan pilkada serentak dilakukan pasca-pengesahan UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Pemilihan serentak pertama dilakukan pada Desember 2015, serentak kedua pada Februari 2017, dan serentak ketiga pada Juni 2018. Pelanggaran selama masa pelaksanaan pilkada rentan terjadi, baik dilakukan oleh peserta pemilu (partai politik dan kandidat) dan penyelenggara pemilu. Strategisnya jabatan yang diperebutkan membikin kontestasi ini mengandung kerawanan yang tinggi.

Tren Pelanggaran dalam Pilkada Sebelumnya

Dalam Laporan Kinerja Bawaslu 2017 (PDF), selama pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pada 2017, mereka menerima laporan sebanyak 2.347 dugaan pelanggaran pemilihan, dengan rincian 1.028 dari temuan dan 1.319 dari laporan.

Berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum, yang dimaksud sebagai temuan adalah hasil pengawasan pengawas pemilu yang mengandung dugaan pelanggaran, sementara laporan adalah laporan yang disampaikan secara tertulis oleh pelapor kepada Pengawas Pemilu tentang dugaan terjadinya pelanggaran pemilu.

Bawaslu mencatat dugaan pelanggaran pemilihan paling banyak terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam sebanyak 252 dugaan, Jawa Tengah sebanyak 232 dugaan, dan DKI Jakarta sebanyak 180 dugaan.

Dari 2.347 temuan/laporan dugaan pelanggaran, sebanyak 734 temuan/laporan dinyatakan sebagai pelanggaran sehingga ditindaklanjuti oleh pengawas pemilihan. Berdasarkan jumlah tersebut, pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terbanyak dengan jumlah 364 temuan/laporan. DI Yogyakarta tercatat sebagai provinsi dengan pelanggaran administrasi terbanyak, dengan total 44 pelanggaran.

Pelanggaran terbanyak berikutnya masuk sebagai tindak pidana pemilihan sebanyak 149 temuan/laporan dengan Sulawesi Tengah sebagai provinsi yang paling banyak terjadi tindak pidana pemilihan--berjumlah 31 kasus. Sebanyak 65 temuan/laporan masuk kategori pelanggaran kode etik dan 156 temuan/laporan sebagai pelanggaran perundang-undangan lainnya.

Infografik Periksa Data Kerawanan Pilkada 2018

Menilik laporan Bawaslu, terdapat tren dugaan pelanggaran yang terjadi pada setiap tahapan Pilkada 2017. Pada tahapan pencalonan, dugaan pelanggaran yang kerap terjadi adalah pemalsuan berkas dukungan kepada Bakal Pasangan Calon Perseorangan--umumnya berbentuk pemalsuan KTP pendukung, jumlahnya mencapai 56 dugaan pelanggaran. Lampung adalah provinsi dengan jumlah pemalsuan berkas dukungan terbanyak, yaitu sebanyak 23 dugaan.

Selain itu, ada 36 dugaan pelanggaran terkait dengan ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam kategori ini, Sulawesi Tenggara adalah provinsi dengan dugaan pelanggaran terbanyak (14 dugaan). Sebanyak 25 dugaan pelanggaran berbentuk verifikasi syarat calon dan pencalonan yang tidak sesuai ketentuan, lalu ada 21 dugaan pelanggaran berbentuk penetapan calon sebagai peserta pemilihan padahal terdapat syarat yang tidak terpenuhi.

Infografik Periksa Data Kerawanan Pilkada 2018

Berdasarkan pelanggaran tahapan kampanye, suap politik/politik uang adalah dugaan pelanggaran terbanyak. Pasal 73 UU Pemilihan menyatakan bahwa suap politik/politik uang adalah larangan menjanjikan dan/ atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih. Bawaslu menemukan sebanyak 267 dugaan pelanggaran dan provinsi yang paling banyak terjadi suap politik/politik uang adalah Sulawesi Tengah, yaitu sebanyak 39 dugaan.

Pelanggaran berikutnya adalah pemasangan APK yang tidak sesuai ketentuan. Contohnya adalah pemasangan APK di pohon, di lingkungan pendidikan dan ibadah, atau pemasangan APK di luar zona yang telah ditentukan oleh KPU Provinsi atau KPU kabupaten/kota. Tercatat ada 143 dugaan pelanggaran dan paling banyak terjadi di Jawa Tengah, yaitu sebanyak 56 dugaan.

Infografik Periksa Data Kerawanan Pilkada 2018

Selain itu, ditemukan 129 dugaan pelanggaran terkait netralitas ASN, 77 dugaan pelanggaran akibat kampanye di luar jadwal, 63 dugaan pelanggaran karena melibatkan kepala desa dalam kampanye, 55 dugaan pelanggaran karena perusakan APK, dan 47 dugaan pelanggaran yang disebabkan karena menggunakan fasilitas negara.

Tiga Daerah yang Paling Rawan

Salah satu upaya Bawaslu dalam memaksimalkan fungsi pencegahan adalah dengan mengeluarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2018 (PDF). Pada periode pemilu sebelumnya, Bawaslu telah menerbitkan IKP pemilu pileg/pilpres 2014, IKP Pilkada 2015, dan IKP Pilkada 2017. IKP Pilkada 2018 adalah upaya Bawaslu dalam melakukan pemetaan dan deteksi dini terhadap segala potensi pelanggaran dan kerawanan untuk kesiapan menghadapi Pilkada Serentak 2018.

Kerawanan adalah berbagai hal yang punya potensi mengganggu atau menghambat proses pemilihan yang demokratis. Penilaian menggunakan tiga aspek utama, yaitu dimensi penyelenggaraan, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi. Penilaian akhir atas peringkat indeks kerawanan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Kerawanan Rendah (0-1,99), Kerawanan Sedang (2,00-2,99), dan Kerawanan Tinggi (00-5,00).

Pilkada 2018 digelar serentak di 17 provinsi dan 154 kabupaten/kota. Dari 17 provinsi, tiga provinsi masuk dalam kategori kerawanan tinggi dan 14 provinsi memiliki kerawanan sedang. Tiga provinsi dengan kategori tinggi tersebut adalah Papua dengan skor indeks 3,41; Maluku dengan skor 3,25; dan Kalimantan Barat dengan skor 3,04. Di sisi lain, Jawa Tengah, yang masuk dalam kategori kerawanan sedang, menempati peringkat terbawah dengan indeks sebesar 2,15.

Infografik Periksa Data Kerawanan Pilkada 2018

Tingginya kerawanan di Papua, menurut Bawaslu, disebabkan adanya kasus korupsi dana pilgub yang melibatkan ketua dan anggota Bawaslu Papua pada pilkada sebelumnya. Kasus korupsi juga menimpa anggota KPU Papua, sehingga DKPP mengeluarkan putusan pemberhentian terhadap yang bersangkutan. Selain itu juga ditemukan praktik politik uang di Wamena.

Sementara itu, di Maluku kerawanan tinggi disebabkan adanya penyelenggara (dengan nilai indeks dimensi penyelenggara 3,47) melanggar kode etik tentang netralitas terkait asas mandiri, jujur, adil, dan profesionalitas pada Pilkada 2017, perusakan fasilitas penyelenggara, serta kekerasan fisik dan intimidasi terhadap penyelenggara.

Infografik Periksa Data Kerawanan Pilkada 2018

Kalbar Rawan karena Kuatnya Kontestasi

Di Kalimantan Barat, sebab utama kerawanan tinggi ada pada dimensi kontestasi--tertinggi dari seluruh provinsi sebesar 3,48. Temuan KPU menyatakan bahwa seluruh variabel dalam dimensi kontestasi terbilang tinggi, khususnya pada variabel kampanye (4,33) dan variabel kontestan (4,00). Penyebabnya adalah kampanye-kampanye bermuatan SARA, hoaks, fitnah, dan adu domba yang terjadi pada pemilu sebelumnya.

Bila dicermati, penyebab dari tingginya kerawanan pada tiga provinsi tersebut adalah rendahnya integritas dan profesionalitas penyelenggara (khususnya berkaitan dengan politik uang), jamaknya kampanye bermuatan SARA, politik identitas, dan hoaks, serta minimnya perlindungan terhadap hak pilih.

Tingginya tingkat kerawanan dalam pilkada memunculkan ketegangan sosial di masyarakat, dampak ekstremnya adalah memungkinkan konflik antar-kelompok. Tak hanya itu, kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu menunjukkan hilangnya legitimasi pemilu dan rendahnya integritas serta akuntabilitas pemerintah.

Penegakan terhadap tindak pidana pemilu harus semakin ditingkatkan mengingat faktanya bahwa kejahatan pemilu dari pemilu ke pemilu juga semakin meningkat. Demi tercapainya penyelenggaraan pilkada yang demokratis dan tertib hukum, pengawasan terhadap jalannya pilkada harus dikawal oleh semua pihak. Setidaknya, upaya ini memperkecil peluang terpilihnya kepala daerah yang berkinerja buruk dan tak berintegritas.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Scholastica Gerintya

tirto.id - Politik
Penulis: Scholastica Gerintya
Editor: Maulida Sri Handayani