tirto.id - Center of Reform on Economics (CORE) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir 2019 maksimal 5,1 persen. Angka ini jauh lebih rendah dari prediksi CORE sebelumnya yang sempat menaruh kemungkinan rentang 5,1-5,2 persen.
Prediksi pertumbuhan ekonomi ini juga lebih rendah dari target yang telah disepakati Kementerian Keuangan dan DPR di angka 5,2 persen. Padahal, kat dia, angka 5,2 persen itu pun adalah asumsi baru yang ditetapkan pemerintah sebagai revisi dari target APBN yang awalnya berjumlah 5,3 persen.
Direktur Eksekutif CORE, Mohammad Faisal menjeaskan, perubahan prediksi ini diakibatkan karena prediksi pertumbuhan ekonomi kuartal II yang cukup stagnan, sehingga tidak jauh berbeda dengan kuartal I. Sepanjang kuartal I saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,07 persen.
"Kalau kemarin kami proyeksikan 5,1-5,2 persen tapi sampai akhir tahun akan lebih deket ke 5,1 bukan 5,2 persen. Pertumbuhan kuartal II tidak akan jauh dari kuartal I," ucap Faisal dalam konferensi pers di Hongkong Café, Gondangdia, Selasa (30/7).
"Semester I maksimum 5,1 persen. Jadi agak stagnan di kuartal II," imbuh dia.
Faisal juga mengatakan penyebab dari turunnya prediksi pertumbuhan ekonomi ini disebabkan karena adanya perlambatan ekonomi global. Hal ini berkaitan juga dengan pemangkasan prediksi IMF dari 3,94 persen menjadi 3,3 persen untuk 2019 ini.
Berdasarkan kondisi itu, Faisal yakin kalau perlambatan ini akan menyebabkan volume dan pertumbuhan perdagangan dunia akan tertekan.
Hal yang sama, kata Faisal, juga terlihat dari kinerja investasi per kuartal I 2019 yang mengalami kontraksi. Ditambah kejatuhan harga komoditas, ia yakin keadaan ini dapat semakin menekan perekonomian Indonesia.
"Kondisi global ini yang menekan ekonomi kita. Harga komoditas juga sudah melemah beberapa tahun terakhir," ucap Faisal.
Lalu faktor selanjutnya juga berkaitan dengan kondisi domestic yang tidak kunjung membaik. Meskipun ada efek baik dari peningkatan konsumsi karena pemilu, Faisal mengingatkan pemerintah perlu waspada dengan stabilitas konsumsi domestik.
Faktor ini kata Faisal menjadi segelintir solusi yang dimiliki pemerintah untuk menahan laju perlambatan ekonomi.
"Stabilisasi konsumsi rumah tangga ini penting untuk jaga pertumbuhan ekonomi di 5 persen," ucap Faisal.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali