tirto.id -
Ini adalah pertama kalinya bank sentral menurunkan suku bunga acuan selama 23 bulan terakhir.
Penurunan suku bunga terjadi pada September 2017 dari sebesar 25 bps dari 4,50 persen ke 4,25 persen. Setelahnya, suku bunga tak kunjung turun dan terus merangkak naik sejak Mei 2018.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan, penurunan tersebut diambil dalam RDG dengan tujuan menurunkan suku bunga kredit sehingga rumah tangga dan dunia usaha bisa melakukan ekspansi.
Tanpa penurunan suku bunga acuan, Perry menilai, pertumbuhan ekonomi bakal sulit dipacu dan bisa bertengger di bawah 5,2 persen pada tahun ini.
"Tahun ini, perkiraan kami pertumbuhan ekonomi akan di bawah titik tengah kisaran 5-5,4 persen. Artinya bisa di bawah 5,2 persen. Namun dengan penurunan suku bunga dan penurunan GWM (Giro Wajib Minimum), kita ingin agar tidak terlalu jauh dari 5,2 persen." kata Perry di kantornya, Kemarin (18/7/2019).
Mandeknya pertumbuhan kredit untuk dunia usaha juga terlihat dari survei Perbankan Nasional yang dirilis BI Rabu lalu. Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan peningkatan kredit pada triwulan II/2019 hanya bersumber dari kredit investasi dan kredit konsumsi.
Kredit baru untuk investasi meningkat tipis dari 74,4 persen di triwulan I ke 77,3 persen di triwulan II/2019.
Sementara kredit untuk konsumsi meningkat dari 30,4 persen ke 54,3 persen. Sebaliknya z kredit modal justru mengalami penurunan dari 68,2 persen di triwulan I menjadi 61 persen di triwulan II/2019.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat lagi, Perry mengungkapkan akan terus menerapkan kebijakan moneter longgar. Artinya, ruang untuk penurunan suku bunga masih terbuka.
"Ke depan, BI memandang masih terbuka ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif sejalan dengan rendahnya inflasi dan untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Bisa juga penurunan suku bunga," ucapnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nur Hidayah Perwitasari