Menuju konten utama
Al-Ilmu Nuurun

Abbas Ibnu Firnas: Pionir Penerbangan dari Andalusia

Dia ahli dalam sejumlah bidang sains, musik, dan puisi. Ia dikenal sebagai pionir penciptaan parasut dan pesawat glider. Kini namanya abadi dalam sejarah.

Abbas Ibnu Firnas: Pionir Penerbangan dari Andalusia
Abbas Ibnu Firnas, pionir penerbangan dari Andalusia.

tirto.id - Terbang setidaknya sudah jadi mimpi manusia sejak zaman Yunani Kuno.

Dalam mitologi Yunani, ada kisah tentang Ikarus putra Daedalus yang berhasil lepas landas dengan sayap rakitan sederhana (berbahan bulu dan lilin) tetapi akhirnya nyungsep ke laut karena ia terbang terlalu dekat dengan matahari sehingga lilin sayapnya mencair.

Jauh setelah peradaban Yunani sepi, impian untuk terbang itu tak pudar. Salah satu orang yang berupaya mewujudkannya ialah Abbas Ibnu Firnas. Ia hidup pada abad ke-9, enam ratus tahun lebih dulu ketimbang Leonardo Da Vinci (abad ke-15), jenius yang juga ingin terbang. Karena orang tak dapat memilih waktu kelahirannya, tak perlu heran jika Abbas mendahului Da Vinci dalam bidang kedirgantaraan.

Menurut John Hill dalam Andalucia: A Cultural History (2008), Abbas diperkirakan lahir pada tahun 810 di Izn-Rand Onda, Andalusia. Semasa hidupnya, ia dilingkupi kemeriahan peradaban Islam di negeri tersebut. Abbas tumbuh sebagai penyair sekaligus ahli matematika, fisika, kimia, dan teknik.

Abbas pernah membuat jam air yang dinamai Al-Maqata dan kaca berbahan pasir. Menurut Ana Ruiz dalam Vibrant Andalusia: The Spice of Life in Southern Spain (2007), “Ia juga membuat kompilasi tabel gerak planet. Ia begitu kreatif dan serbabisa. Abbas punya reputasi sebagai seorang yang eksentrik dengan bermacam minat dan penemuan.”

Dalam kiprahnya yang luas di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, Abbas punya satu sumbangan cemerlang yang diakui secara luas, termasuk oleh dunia Barat.

“Pada tahun 852, ia melompat dari menara masjid dengan jubah besar. Beberapa orang menganggapnya sebagai parasut pertama,” tulis John Hill. Menurut tulisan Steve Pitt, dalam Day of the Flying Fox: The True Story of World War II Pilot Charley Fox (2008), percobaan gila itu membuat Abbas bonyok di sana-sini, tetapi nyawanya selamat.

Abbas tidak puas. Ia kemudian membuat “mesin” terbang sederhana berupa sayap berangka kayu: sebuah glider. Alat itu ia ciptakan berdasarkan pengamatannya terhadap burung-burung.

“Pada tahun 875, ketika berumur 65 tahun, Abbas lepas landas dari sebuah bukit kecil dekat Kordoba dengan mengendalikan secara sederhana glider bersayap yang melayang beberapa ratus meter sebelum berbalik ke tempat peluncurannya untuk mendarat, di mana kemudian ia terjungkal,” tulis John Hill.

Abbas sadar bahwa ia telah melupakan satu urusan penting: burung terbang tak hanya menggunakan sayap, tetapi juga ekor. Maka, ia melengkapi glider-nya dengan ekor. Rupanya, penambahan itu memudahkan Abbas mengendalikan glider sekaligus melakukan pendaratan. Ia juga memperbaiki bentuk parasutnya sehingga alat itu mengurangi kecepatan jatuh pemakainya secara signifikan.

Kisah Abbas yang mencoba terbang itu direkam sejarah, lalu menyebar jauh ke masa-masa berikutnya, termasuk Eropa abad pertengahan.

Infografik Abbas Firnas

Besar kemungkinan, Abbas menginspirasi ahli penerbangan Inggris pada abad ke-11, Eilmer of Malmmesbury. Demikianlah ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang, setiap temuan mengandung temuan-temuan sebelumnya, baik yang berhasil maupun yang gagal.

Beberapa abad setelah Da Vinci, pada permulaan abad ke-20, Wright bersaudara berhasil menerbangkan pesawat mereka yang lebih sempurna daripada mesin-mesin terbang era sebelumnya. Parasut juga menjadi semakin canggih.

Pada Perang Dunia II di Eropa, parasut-parasut—yang pada mulanya cuma satu pikiran gila dalam kepala Abbas Ibnu Firnas—mengantarkan pasukan penerjun ke garis belakang pertahanan lawan. Baik pihak Sekutu maupun Poros memanfaatkannya. Sedangkan glider pada masa itu bahkan telah sanggup mengantar orang menyebrangi lautan, dari Inggris ke daratan Eropa.

Abbas Ibnu Firnas meninggal dunia pada tahun 887. Ia melalui usia tuanya dalam keadaan menderita sakit punggung. Karena percobaan-percobaannya, ia cedera selama 12 tahun.

Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara di kota Baqdad, Iraq: Ibn Firnas Airport. Di sana, ada patung dirinya yang mengenakan sayap. Ia juga diabadikan sebagai nama kawah di bulan oleh lembaga antariksa Amerika, National Aeronautics and Space Administration (NASA), dengan nama Armen Firman.

Sepanjang Ramadan, redaksi menayangkan naskah-naskah yang mengetengahkan penemuan yang dilakukan para sarjana, peneliti dan pemikir Islam di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kami percaya bahwa kebudayaan Islam -- melalui para sarjana dan pemikir muslim -- pernah, sedang dan akan memberikan sumbangan pada peradaban manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Naskah-naskah tersebut akan tayang dalam rubrik "Al-ilmu nuurun" atau "ilmu adalah cahaya".

Baca juga artikel terkait AL-ILMU NUURUN atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Teknologi
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Dea Anugrah