tirto.id - Sebanyak 991 Aparatur Sipil Negara (ASN), terancam dikenai sanksi disiplin dan kode etik, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN Pasal 49, tentang pelanggaran netralitas.
BKN terus melakukan pengawasan implementasi manajemen ASN, khususnya dalam hal penegakan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang melekat pada ASN.
Salah satunya, ketentuan yang menyebutkan bahwa ASN harus menjalankan tugas dan fungsinya tanpa intervensi politik (Pasal 12 UU ASN).
Namun, kasus keterlibatan ASN dalam aktivitas politik seperti keberpihakan terhadap calon pasangan tertentu masih ditemukan dalam Pemilihan Kepala Daerah (PIlkada) Tahun 2018 sampai Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2019.
Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan, dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (23/7/2019) mengatakan, data Kedeputian BKN Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian (Wasdalpeg) menetapkan sebanyak 991 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam pelanggaran netralitas (data per Januari 2018 s/d Juni 2019).
"Dari total tersebut, 299 sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi yang terdiri dari 179 dikenakan sanksi disiplin dan 120 dikenakan sanksi kode etik," ujar Ridwan.
Adapun 692 sisanya yang belum ditetapkan sanksi masih dalam tahap pemeriksaan dan klarifikasi lebih lanjut dengan pihak instansi masing-masing.
Sebelumnya, BKN sudah melakukan sinkronisasi data pelanggaran netralitas dengan instansi pemerintah daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten) pada tanggal 4–10 Juli 2019.
Mengingat dari total 991 ASN yang terlibat pelanggaran netralitas, 99.5 persen berstatus pegawai instansi pemerintah daerah.
Ketentuan jenis pelanggaran dan sanksi disiplin untuk ASN yang terbukti melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Terdapat dua jenis pelanggaran dan hukuman yang dikenakan bagi ASN yang melanggar netralitas.
Pertama, jenis pelanggaran netralitas berkategori sanksi hukuman disiplin sedang meliputi: Ikut serta sebagai pelaksana kampanye; Menjadi peserta kampanye; Mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan terhadap pasangan calon.
Selanjutnya, Memberi dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; Terlibat kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; dan Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Terhadap pelanggaran itu, sanksi yang diterapkan dapat berupa: Penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun; Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun; dan Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Kedua, jenis pelanggaran netralitas yang berkategori hukuman disiplin berat meliputi: sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
Kemudian, Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; dan Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Terhadap pelanggaran itu, sanksi yang diterapkan dapat berupa : Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; Pembebasan dari jabatan; hingga Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Agung DH