tirto.id - Pemilu 2019 di depan mata. Kampanye sudah dimulai. Bahkan, sudah ada yang melontarkan niat melakukan kampanye negatif terhadap lawan. Politikus boleh saja mulai memasang dan mengipasi bara, tetapi, apakah warga antusias?
Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat Indonesia terhadap kegiatan kampanye, pada 25 Oktober 2018, Tirto melakukan survei terhadap 1508 responden yang berusia 17-45 tahun. Survei ini dilakukan di seluruh wilayah Indonesia oleh Jakpat sebagai penyedia platform.
Metodologi Riset
Profil Responden
Pada survei ini, sebaran responden berdasarkan jenis kelamin cukup merata. Hal tersebut terlihat dari proporsi pria sebesar 55,57 persen dan wanita 44,43 persen. Dari sisi usia, mayoritas responden, yaitu sebanyak 61,80 persen berusia 20-29 tahun. Hanya 6,90 persen responden yang berusia 36-39 tahun. Sementara untuk tingkat pendidikan, mayoritas responden memiliki latar belakang SMA (45,56 persen) dan 38,33 persen adalah sarjana.
Kegiatan Kampanye Pemilu Terdahulu
Mayoritas masyarakat pada riset ini menyatakan bukan anggota partai politik tertentu (73,74%). Namun, pengalaman keterlibatan mereka dalam kegiatan kampanye cukup besar. Sebanyak 44,43 persen masyarakat menyatakan pernah mengikuti kampanye di pemilu sebelumnya.
Beban penggalangan suara pemilih mendorong jenis kampanye tertentu lebih dominan. Rapat akbar, konser musik dan berbagai jenis pertemuan dengan jumlah massa yang besar jadi model utama kampanye.
Pada ajang pemilihan presiden 2014 lalu, fenomena konser musik sebagai alat kampanye dianggap efektif untuk mendongkrak elektabilitas kandidat. Hasil survei juga menunjukkan bahwa ada 76,27 persen masyarakat yang pernah mengikuti kegiatan kampanye terbuka seperti rapat akbar dan konser musik di lapangan.
Selanjutnya, mereka juga pernah mengikuti kampanye pemasangan alat peraga di tempat umum seperti bendera parpol, poster, dan stiker kandidat, terlihat dari 56,27 persen masyarakat yang menyatakan demikian. Kegiatan kampanye debat kandidat hanya pernah diikuti oleh 17,91 persen masyarakat.
75,18% Masyarakat Tak Tertarik Ikut Kegiatan Kampanye 2019
Meski kampanye terbuka menjadi kegiatan kampanye yang paling banyak diikuti oleh masyarakat, tidak otomatis metode ini akan berhasil pada kampanye 2019. Dari mereka yang tidak terlibat kegiatan kampanye periode sebelumnya, 75,18 persen menyatakan tidak ingin mengikuti kegiatan kampanye pemilu 2019.
Menurut mereka, bentuk partisipasi pada pemilu 2019 tidak perlu mengikuti rangkaian kegiatan kampanye yang ada. Sebanyak 80,48 persen beranggapan dengan datang ke TPS untuk memberikan suaranya sudah cukup sebagai bukti kesadaran menjadi warga negara.
Selain itu, 21,43 persen masyarakat menganggap pemilu 2019 sebagai pemilu yang penuh dengan kampanye hitam, hoaks, dan fitnah. Kurang menariknya tawaran kampanye yang diberikan juga menjadi alasan lain yang dipilih oleh 17,46 persen responden.
Kampanye di Tempat Ibadah dan Kampanye Hitam
Belakangan, pertentangan kegiatan kampanye di rumah ibadah mulai muncul. Jika mengacu pada Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h yang menyatakan lembaga pendidikan seperti sekolah dan pesantren, juga fasilitas pemerintah dan tempat ibadah, tidak boleh jadi tempat kampanye.
Hal ini sejalan dengan hasil survei Tirto. Sebanyak 55,90 persen masyarakat menyebut bahwa kampanye di tempat ibadah merupakan kesalahan sebab tidak sesuai dengan aturan kampanye. Namun, di sisi lain, 41,58 persen masyarakat menganggap kampanye di tempat ibadah sebagai hal yang wajar dilakukan.
Selain kampanye di tempat ibadah, perihal adanya kampanye hitam atau black campaign patut diwaspadai. Apalagi masih ada kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa kampanye hitam bisa menjadi pertimbangan (12,60 persen). Meski porsinya tidak banyak, hal ini perlu menjadi perhatian. Kampanye hitam rawan dilakukan melalui media sosial, terlebih menjelang masa tenang kampanye.
Kesimpulan
Dari hasil survei ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia yang tertarik kegiatan kampanye. Sebagian besar beralasan bahwa partisipasi dalam kegiatan pemilu cukup dengan datang ke TPS ketika memberikan suara. Kesimpulan lainnya, masyarakat umumnya tidak setuju kampanye hitam.
Yang patut mendapat perhatian adalah soal kampanye di dalam rumah ibadah. Meski porsi responden yang tidak setuju lebih banyak ketimbang yang setuju, masih ada 41,58 persen menganggap rumah ibadah dapat menjadi tempat kampanye.
Editor: Maulida Sri Handayani