Menuju konten utama

6 Contoh Puisi Hari Kebangkitan Nasional untuk Rayakan Harkitnas

6 contoh puisi Hari Kebangkitan Nasional untuk Rayakan Harkitnas berikut ini mengambil sajak-sajak karangan penyair-penyair Nusantara.

6 Contoh Puisi Hari Kebangkitan Nasional untuk Rayakan Harkitnas
Paskibraka DKI Jakarta mengibarkan bendera Merah Putih saat upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-109 Tahun yang dipimpin oleh Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Monas, Jakarta, Sabtu (20/5). ANTARA FOTO/Reno Esnir/kye/17.

tirto.id - Pada 20 Mei 2023, Indonesia akan memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang ke-115. Anak-anak bangsa bisa turut merayakannya dengan membaca sajak bertema nasionalisme. Berikut akan disajikan beberapa contoh puisi dalam rangka peringatan Harkitnas.

Peringatan Harkitnas 2023 mengambil tema "Semangat untuk Bangkit". Tajuk tersebut menjadi simbol nilai-nilai semangat dan kekuatan agar Indonesia secepatnya bangkit lebih baik di masa depan.

Bangkit yang diharapkan tidak semata dari hasil fisiknya saja. Lebih dari itu, kebangkitan mesti disertai dengan semangat menjaga persatuan, demi bangkit bersama mewujudkan Indonesia jaya.

Inspirasi peringatan Harkitnas bermula dari tanggal kelahiran organisasi Boedi Oetomo (BO) pada 20 Mei 1908. BO menjadi organisasi pertama di Nusantara yang pertama kali menerapkan konsep nasionalisme. Perjuangannya tidak lagi bersifat kedaerahan.

Pendirian BO tidak lepas dari peran Soetomo Soeradji Tirtonegoro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Gondo Soewarno, Soelaiman, dan beberapa orang lain dari STOVIA. Awalnya, organisasi ini beranggotakan orang-orang Jawa dan Madura, sampai akhirnya dibuka keanggotaan untuk masyarakat luas.

BO memilih berjuang melawan penjajah dengan cara persuasif dan moderat. Perang pemikiran menjadi salah satu perwujudannya. Masalah persamaan hak untuk memperoleh pendidikan bagi semua rakyat menjadi perhatian tersendiri bagi anggota Boedi Oetomo.

Kiprah luar biasa inilah yang kemudian mengilhami adanya peringatan Harkitnas. BO dinilai menjadi tonggak kebangkitan tersebut. Hingga pada 1949, melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959, Soekarno resmi menetapkan 20 Mei sebagai peringatan Hari Kebangkitan Nasional.

6 Contoh Puisi Hari Kebangkitan Nasional

Banyak orang mengapresiasi Harkitnas dengan membuat puisi. Seperti yang dilakukan berbagai penyair Tanah Air, sebagian puisi gubahannya memiliki semangat nasionalisme tinggi. Tak jarang melalui puisi, seorang penyair mampu mengobarkan semangat juang orang yang mendengar atau membacanya.

Berikut beberapa contoh puisi yang dapat disimak untuk merayakan Harkitnas:

“Grilya”

Oleh: WS Rendra

Tubuh biru

Tatapan mata biru

Lelaki berguling di jalan

Angin tergantung

Terkecap pahitnya tembakau

Bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru

Tatapan mata biru

Lelaki berguling di jalan

Dengan tujuh lubang pelor

Diketuk gerbang langit

Dan menyala mentari muda

Melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah

Dengan sayur-mayur di punggung

Melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis

Dan duka daun wortel

Tubuh biru

Tatapan mata biru

Lelaki berguling di jalan

Orang-orang kampung mengenalnya

Anak janda berambut ombak

Ditimba air bergantang-gantang

Disiram atas tubuhnya

Tubuh biru tatapan mata biru

Lelaki berguling di jalan

Lewat gardu Belanda dengan berani

Berlindung warna malam Sendiri masuk kota

Ingin ikut ngubur ibunya

"Diponegoro"

Oleh: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri

Menyediakan api

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai.

Maju.

Serbu.

Serang.

Terjang.

"Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini"

Oleh: Taufik Ismail

Tidak ada pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Karena berhenti atau mundur

Berarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kita

Dalam pengabdian tanpa harga

Akan maukah kita duduk satu meja

Dengan para pembunuh tahun yang lalu

Dalam setiap kalimat yang berakhiran

“Duli Tuanku ?”

Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan

Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh

Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara

Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama

Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka

Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan

Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

"Museum Perjuangan"

Oleh: Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya

berdiri kukuh menjaga senapan tua

peluru menggeletak di atas meja

menanti putusan pengunjungnya.

Aku tahu sudah, di dalamnya

tersimpan darah dan air mata kekasih

Aku tahu sudah, di bawahnya

terkubur kenangan dan impian

Aku tahu sudah, suatu kali

ibu-ibu direnggut cintanya

dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya

senapan akan kembali berbunyi

meneriakkan semboyan

Merdeka atau Mati.

Ingatlah, sesudah sebuah perang

selalu pertempuran yang baru

melawan dirimu.

"Monginsidi"

Oleh: Subagio Sastrowardoyo

Aku adalah dia

yang dibesarkan dengan dongeng

di dada bunda

Aku adalah dia

yang takut gerak bayang

di malam gelam

Aku adalah dia

yang meniru bapak

mengisap pipa dekat meja

Aku adalah dia

yang mengangankan jadi seniman

melukis keindahan

AKu adalah dia

yang menangis terharu

mendengar lagu merdeka

Aku adalah dia

yang turut dengan barisan pemberontak

ke garis pertempuran

Aku adalah dia

yang memimpin pasukan gerilya

membebaskan kota

Aku adalah dia

yang disanjung kawan

sebagai pahlawan bangsa

Aku adalah dia

yang terperangkap siasat musuh

karena pengkhianatan

Aku adalah dia

yang digiring sebagai hewan

di muka regu eksekusi

Aku adalah dia

yang berteriak ‘merdeka’ sebelum ditembak mati

Aku adalah dia,

ingat, aku adalah dia

"Kubu"

Oleh: Subagio Sastrowardoyo

Bagaimana akan bergembira kalau pada detik ini ada bayi mati kelaparan

atau seorang istri bunuh diri karena sepi

atau setengah rakyat terserang wabah sakit –

barangkali di dekat sini atau jauh di kampung orang,

Tak ada alasan untuk bergembira selama masih ada orang menangis

di hati atau berteriak serak

minta merdeka sebagai manusia yang terhormat dan berpribadi –

barangkali di dekat sini atau jauh di kampung orang.

Inilah saatnya untuk berdiam diri dan berdoa

untuk dunia yang lebih bahagia atau menyiapkan senjata

dekat dinding kubu dan menanti.

Baca juga artikel terkait HARI PENTING atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Fadli Nasrudin