tirto.id - Gigi anak rusak termasuk permasalahan yang cukup umum terjadi. Kerusakan gigi pada anak bisa berupa karies atau gigi berlubang yang bisa menimbulkan rasa ngilu dan sakit.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), lebih dari setengah anak berusia 6-8 tahun diketahui memiliki masalah gigi berlubang. Adapun gejala atau ciri-ciri gigi rusak pada anak antara lain:
- Di tahap awal, muncul bercak atau bintik putih pada gigi.
- Muncul bercak berwarna cokelat yang warnanya semakin gelap dan berubah menghitam
- Muncul lubang pada gigi
- Timbul rasa sakit dan ngilu, terutama ketika mengonsumsi makanan/minuman manis dan dingin (gigi sensitif)
5 Penyebab Gigi Anak Rusak
Gigi anak rusak disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri di dalam mulut. Ketika ada sisa makanan di dalam mulut, bakteri akan memakan gula di dalamnya dan memproduksi asam.
Kombinasi antara bakteri, makanan, asam, dan air liur akan menciptakan zat yang menempel pada gigi dan disebut dengan plak. Seiring dengan berjalannya waktu, asam akan menggerogoti enamel gigi dan merusaknya.
Pada dasarnya, keberadaan bakteri di dalam mulut adalah sesuatu yang normal. Namun, bakteri ini bisa menyebabkan gigi rusak jika didukung oleh beberapa faktor khusus. Berikut beberapa faktor penyebab gigi rusak pada anak:
1. Makanan dan minuman manis
Terlalu sering mengonsumsi makanan dan minuman manis bisa meningkatkan risiko mengalami gigi rusak. Makanan dan minuman inilah yang bisa menjadi sumber makanan bakteri di dalam mulut sehingga akan lebih banyak asam yang dihasilkan.Oleh karena itu, sebisa mungkin batasi konsumsi makanan dan minuman manis, seperti permen, kue, minuman soda, roti, dan lain sebagainya. Jika mengonsumsinya, pastikan anak-anak rajin menggosok gigi agar tidak ada sisa makanan yang tertinggal.
2. Malas gosok gigi
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, faktor lain yang meningkatkan risiko gigi anak rusak adalah adanya sisa makanan di mulut. Kerusakan gigi tidak akan terjadi apabila anak-anak rajin menggosok giginya.Direkomendasikan untuk menggosok gigi minimal dua kali sehari dengan durasi dua menit setiap gosok gigi. Gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride dan awasi anak-anak agar mereka menggosok gigi dengan benar.
3. Jumlah bakteri berlebih di mulut
Semua orang, baik anak-anak maupun dewasa, pasti memiliki berbagai mikroba di dalam mulutnya. Sebagian mikroba diketahui menguntungkan bagi manusia, tapi sebagian lainnya bisa merugikan karena akan menimbulkan kerusakan gigi, salah satunya bakteri.Jika jumlah bakteri di dalam mulut terlalu banyak, hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya kerusakan gigi. Bertambahnya jumlah bakteri masih berkaitan dengan sisa makanan yang ada di dalam mulut.
Semakin banyak sisa makanan di mulut, maka mulut akan jadi lingkungan yang cocok bagi bakteri untuk berkembang biak. Akibatnya, semakin banyak asam yang dihasilkan dan merusak struktur gigi.
4. Mulut kering
Dikutip dari laman Better Health, air liur adalah pertahanan alami yang bisa mencegah kerusakan gigi. Air liur berperan membasuh gigi dan menghanyutkan gula di mulut ke dalam lambung sehingga mencegah pembentukan asam oleh bakteri.Akan tetapi, jika jumlah air liur kurang (mulut kering) maka pertahanan di mulut juga sangat minim. Mulut kering bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Dehidrasi
- Masalah kesehatan yang mempengaruhi kelenjar air liur, contohnya Sjogren's syndrome
- Obat-obatan dan perawatan seperti radioterapi dan kemoterapi
5. Masalah kesehatan lain
Beberapa masalah kesehatan secara tidak langsung bisa meningkatkan risiko gigi anak rusak, contohnya heartburn atau sensasi panas/terbakar di dada. Kondisi ini terjadi ketika otot cincin (sfingter) yang menghubungkan kerongkongan dan lambung tidak tertutup sempurna.Hal ini mengakibatkan asam lambung naik melalui kerongkongan dan menimbulkan sensasi panas di dada. Anak-anak bisa mengalami heartburn karena disebabkan beberapa hal, misalnya mengonsumsi makanan yang tertentu atau makan terlalu cepat.
Sementara itu, asam dari lambung bisa sampai ke mulut dan merusak enamel gigi. Jika berlangsung terus-menerus, maka hal ini bisa menimbulkan kerusakan pada gigi anak.
Cara Merawat Gigi Anak yang Sudah Rusak
Satu-satunya cara mengatasi gigi anak yang rusak adalah dengan memeriksakannya ke dokter gigi. Dokter akan menentukan tingkat keparahan gigi rusak sekaligus cara untuk mengatasinya.
Jika kerusakan masih di tahap awal dan belum terbentuk lubang, dokter kemungkinan akan memberikan perawatan fluoride berupa obat kumur agar kerusakan tidak bertambah parah.
Sementara itu, cara merawat gigi anak yang sudah rusak dan berlubang bisa melalui prosedur tambal gigi atau restorasi. Prosedur ini menggunakan material khusus untuk menambal gigi.
Dikutip dari laman Children Hospital of Philadelphia, prosedur restorasi atau tambal gigi ini terbagi menjadi dua tipe, yaitu:
1. Restorasi langsung
Prosedur ini biasanya dilakukan hanya dalam satu kali kunjungan. Bahan yang digunakan bisa berupa:- Amalgam: dikenal juga sebagai tambalan perak, dikenal aman, tidak aus, dan efektif untuk tambal gigi.
- Glass ionomer: material yang dibuat dari bubuk kaca halus dan asam akrilik dan memiliki warna mirip gigi. Biasanya digunakan untuk tambalan berukuran kecil.
- Resin ionomer: bahan tambal gigi yang terbuat dari kaca, asam akrilik, dan resin akrilik.
2. Restorasi tidak langsung
Restorasi tidak langsung umumnya perlu dua kali kunjungan atau lebih karena harus dilakukan secara bertahap. Prosedurnya bisa berupa inlay, onlay, veneer, crowns, hingga dental bridges.Pada kunjungan pertama, dokter akan menyiapkan gigi dan membuat cetakan area yang akan direstorasi. Di kunjungan berikutnya, dokter mulai meletakkan restorasi baru ke area gigi yang sudah disiapkan sebelumnya.
Restorasi ini biasanya menggunakan beberapa jenis bahan sebagai berikut:
- Keramik/porselen: material yang terlihat mirip seperti gigi. Terkadang keramik bisa dipadukan dengan logam agar lebih kuat.
- Emas: bahan ini sering digunakan pada prosedur pemasangan crown, inlay, maupun onlay.
- Paduan logam dasar: bahan ini resisten terhadap korosi dan fraktur
- Komposit: mirip dengan yang digunakan dalam restorasi langsung, warnanya mirip dengan gigi, tapi tidak sekuat keramik atau logam.
Penulis: Erika Erilia
Editor: Dhita Koesno